Indonesia menghadapi tantangan ketahanan pangan yang semakin kompleks. Dengan proyeksi jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai lebih 350 juta jiwa pada 2050, negara ini harus menggandakan produksi pangan dalam waktu kurang dari tiga dekade. Sementara itu, tekanan perubahan iklim—mulai kekeringan berkepanjangan hingga banjir ekstrem—mengancam produktivitas komoditas utama seperti padi dan jagung. Untuk menjawab tantangan ini, solusi kunci bukan hanya pada kuantitas produksi, melainkan pada kualitas varietas tanaman yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan berubah.
Sejarah Revolusi Hijau dan Kontribusi Pemulia Tanaman
Revolusi Hijau di pertengahan abad ke-20 menjadi tonggak penting dalam sejarah pangan dunia. Varietas gandum berumur pendek yang dikembangkan oleh para pemulia, antara lain Norman Borlaug, berhasil meningkatkan hasil panen hingga sepuluh kali lipat. Keberhasilan berikutnya terjadi pada tanaman padi, jagung, dan berbagai komoditas lain, berkat persilangan dan seleksi genetika yang sistematis. Semua itu membuktikan bahwa pemulia tanaman memegang peran sentral dalam meningkatkan produktivitas pertanian.
Tantangan Perubahan Iklim terhadap Produktivitas
Penelitian memperingatkan bahwa tanpa inovasi varietas adaptif, hasil padi di Asia Tenggara dapat menyusut antara 10 hingga 20 persen akibat kenaikan suhu rata-rata dan perubahan pola curah hujan. Kondisi ini memperburuk beban petani yang sudah dihadapkan pada hama, penyakit, dan degradasi kualitas lahan. Oleh karena itu, pengembangan varietas tahan kekeringan, banjir, dan serangan patogen menjadi prioritas untuk menjaga ketahanan pangan nasional.
Kekurangan Tenaga Ahli Pemulia Tanaman
Menurut data Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI), idealnya setiap pemulia melayani sekitar 3.000 petani. Dengan estimasi 30 juta petani di Indonesia, seharusnya tersedia sekitar 10.000 pemulia. Namun, jumlah resmi anggota PERIPI saat ini hanya sekitar 1.000, dan yang benar-benar aktif melakukan riset mungkin hanya seperempatnya. Krisis tenaga ahli ini dipicu oleh beberapa faktor:
Peran Pemulia dalam Sistem Pangan Nasional
Muhamad Syukur, Ketua Umum PERIPI, menegaskan: “Peran pemuliaan tanaman sangat sentral terhadap peningkatan kualitas dan produktivitas pertanian. Tanpa varietas unggul, upaya modernisasi pertanian hanya akan stagner.” Pemulia bertugas melakukan persilangan, seleksi, dan evaluasi genetik untuk menghasilkan benih unggul. Proses ini dapat memakan waktu antara 5 hingga 12 tahun, tergantung kompleksitas sifat yang diinginkan.
Rekomendasi Penguatan SDM dan Pendidikan
Untuk mengatasi kekurangan tenaga ahli, Warta Express merangkum beberapa langkah strategis:
Dengan demikian, generasi muda dapat melihat jalur karier yang jelas dan mendapatkan dukungan finansial selama masa studi serta penelitian.
Isu Pendanaan Riset yang Tidak Berkelanjutan
Selain kendala SDM, pendanaan menjadi batu sandungan utama. Riset pemuliaan tanaman memerlukan investasi jangka panjang, sementara mekanisme pendanaan saat ini bersifat kompetitif dan tahunan. Hal ini mengakibatkan banyak program yang terhenti di tengah jalan karena kegagalan mendapatkan dana perpanjangan. Kurangnya alokasi dana riset berkelanjutan dari pemerintah dan sektor swasta memaksa pemulia bergantung pada hibah sementara.
Pentingnya Investasi Riset Jangka Panjang
Bayu Krisnamurthi, Guru Besar Agribisnis IPB University, menekankan bahwa riset pemuliaan tanaman merupakan investasi bernilai tinggi dengan horizon 10–20 tahun. “Tanpa dukungan keuangan stabil, para peneliti akan kesulitan menyelesaikan siklus riset dan mengkomersialkan varietas unggul. Pemerintah dan lembaga donor harus merancang skema alokasi dana multi-tahun yang menjamin kesinambungan riset,” ujarnya.
Strategi Teknologi Pertanian dan Inovasi
Untuk memperkuat ketahanan pangan, berbagai strategi teknologi perlu diadopsi:
Meningkatkan Insentif dan Penghargaan
Insentif yang memadai menjadi kunci menarik talenta terbaik ke bidang pemuliaan:
Upaya ini diharapkan mendorong semakin banyak peneliti terjun dan bertahan di bidang ini.
Menuju Ketahanan Pangan Berkelanjutan
Ketahanan pangan sejati bukan hanya soal kuantitas produksi, melainkan kemampuan menyesuaikan dengan tantangan masa depan. Melalui penguatan riset pemuliaan tanaman, peningkatan jumlah tenaga ahli, dan dukungan pendanaan berkelanjutan, Indonesia dapat mempersiapkan sistem pangan yang tangguh. Dengan varietas unggul adaptif, produksi dapat terus meningkat meski iklim berubah. Langkah strategis ini akan menjadi fondasi bagi ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan.
