Pendidikan literasi keuangan sejak usia dini bukan sekadar tren pendidikan—itu adalah investasi masa depan yang nyata. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2025 menunjukkan literasi keuangan Indonesia pada angka 65,43% sementara inklusi finansial mencapai 80,51%. Angka‑angka ini mengindikasikan bahwa meskipun akses ke layanan keuangan semakin luas, pemahaman masyarakat tentang pengelolaan uang belum sepenuhnya memadai. Maka inisiatif yang mengenalkan anak pada manajemen keuangan sedini mungkin memiliki dampak yang luas: dari kemandirian ekonomi individu hingga pengurangan risiko kesalahan finansial di masa dewasa.
Pendekatan pembelajaran yang relevan: pengalaman langsung lebih efektif
Salah satu program yang patut dicermati adalah GEMILANG (Generasi Muda Cerdik Kelola Uang), hasil kolaborasi Prestasi Junior Indonesia (PJI) dan Henkel Indonesia. Program ini menargetkan siswa kelas 9 MTs dengan metode pembelajaran berbasis pengalaman—bukan hanya teori. Selama enam sesi interaktif, siswa diajak memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, fungsi uang, hingga perancangan ide usaha sederhana.
Pendekatan experiential learning memiliki kekuatan: materi yang dipelajari menjadi terkait dengan kehidupan sehari‑hari anak. Ketika konsep dikaitkan dengan aktivitas nyata—misalnya mengelola modal kecil untuk menjual produk—pelajaran lebih cepat melekat dan lebih mudah diterapkan di kemudian hari.
Market Day: laboratorium bisnis mini untuk anak
Bagian paling aplikatif dari GEMILANG adalah kegiatan Market Day. Dalam kegiatan ini, 12 tim siswa menerima modal awal yang didonasikan untuk menjalankan ide bisnis mereka. Aktivitas sederhana ini mengajarkan beberapa konsep krusial secara praktis:
Praktik nyata seperti ini memberikan ruang bagi anak untuk mengalami kegagalan kecil—yang justru menjadi pelajaran berharga—dalam lingkungan yang terkontrol.
Dampak jangka panjang: kemandirian finansial dan budaya menabung
Mengajarkan pengelolaan uang sejak dini bukan hanya soal menghafal istilah ekonomi. Efek jangka panjang yang diharapkan meliputi:
Menurut pengurus PJI, pendidikan ini bukan untuk membuat anak menjadi ahli finansial, melainkan memberi bekal dasar yang membantu mereka membangun masa depan finansial lebih aman.
Peran pelaku: sekolah, orang tua, korporasi, dan regulator
Untuk menciptakan ekosistem literasi keuangan yang berkelanjutan, peran berbagai pihak sangat krusial:
Kolaborasi PJI dan Henkel adalah contoh bagaimana sektor swasta dan organisasi pendidikan dapat bekerja sama untuk menghadirkan program bermakna. Terlebih, ketika program disesuaikan dengan konteks lokal, hasilnya akan lebih relevan dan berkelanjutan.
Tantangan implementasi dan solusi praktis
Mengajarkan literasi keuangan pada anak tidak tanpa hambatan. Beberapa kendala umum antara lain:
Solusi praktis meliputi pelatihan guru berbasis modul sederhana, pengembangan materi ajar yang berbasis proyek, serta keterlibatan komunitas lokal dan dunia usaha guna menyediakan konteks nyata bagi kegiatan pembelajaran.
Indikator keberhasilan dan pengukuran dampak
Untuk memastikan program literasi memberi hasil, perlu indikator pengukuran yang jelas, misalnya:
Pengumpulan data dan evaluasi rutin akan membantu menyempurnakan kurikulum dan metode pengajaran agar semakin efektif.
Kesempatan bagi Indonesia: menutup gap literasi secara sistemik
Dengan tingkat literasi 65,43% dan inklusi 80,51%, Indonesia memiliki ruang perbaikan signifikan. Program seperti GEMILANG menunjukkan bahwa intervensi yang tepat sasaran dapat menanamkan kebiasaan finansial positif sejak dini. Investasi pada generasi muda tidak hanya memberi manfaat individual, tapi juga berkontribusi pada stabilitas ekonomi jangka panjang: masyarakat yang lebih paham keuangan cenderung membuat keputusan yang lebih baik, mengurangi risiko over‑indebtedness, dan meningkatkan kapasitas kewirausahaan nasional.
