Hutama Karya Kerja 24 Jam: 196 Huntara Siap Huni Sebelum Tahun Baru — Lihat Detailnya

Hutama Karya Kejar Pembangunan Huntara 24 Jam di Aceh Tamiang: 196 Unit Siap Fungsi pada 1 Januari

PT Hutama Karya (Persero) bergerak cepat menanggapi kebutuhan mendesak pascabencana banjir bandang dan longsor di Kabupaten Aceh Tamiang. Dalam koordinasi dengan enam BUMN karya lain di bawah payung Danantara, proyek pembangunan hunian sementara (huntara) dikebut dengan pola kerja 24 jam agar hunian berkualitas segera bisa ditempati oleh warga terdampak. Target ambisiusnya: menyelesaikan 196 unit huntara agar difungsikan pada Kamis, 1 Januari 2026.

Skema kerja dan pengawasan mutu

Untuk memenuhi target sangat singkat tersebut, pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara shift bergilir sepanjang hari. Selain percepatan waktu, pengawasan mutu menjadi fokus utama agar hasilnya tidak sekadar cepat, tetapi juga layak huni. Menurut Executive Vice President Sekretaris Perusahaan Hutama Karya, Mardiansyah, koordinasi lapangan dan kontrol mutu diperketat sehingga setiap tahapan — dari fondasi hingga pemasangan pintu dan jendela — memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan dasar.

Rincian teknis Huntara dan fasilitas pendukung

Huntara dirancang sederhana namun fungsional. Tiap unit memiliki ukuran 4,5 x 4,5 meter, dirancang sebagai hunian memanjang yang mudah diproduksi secara massal. Pekerjaan yang menjadi prioritas meliputi:

  • pekerjaan fondasi untuk memastikan kestabilan struktur;
  • rangka atap dan rangka dinding yang dipasang cepat namun kuat;
  • penataan lantai panggung untuk mengantisipasi genangan ulang;
  • pemasanan pintu dan jendela agar sirkulasi udara dan keamanan terpenuhi.
  • Selain unit hunian, juga disiapkan fasilitas kawasan untuk kebutuhan dasar penghuni: dapur umum, area cuci, musala, serta fasilitas sanitasi. Utilitas listrik dan pasokan air menjadi bagian dari paket agar huntara bisa langsung fungsional saat ditempati.

    Kolaborasi BUMN dan peran Danantara

    Proyek ini merupakan implementasi cepat skema kolaboratif antar-BUMN di bawah koordinasi Danantara dan Kementerian Pekerjaan Umum. Hutama Karya memimpin percepatan fisik huntara, sementara BUMN lain mendukung pekerjaan infrastruktur pendukung dan logistik. Pendekatan multipihak ini memungkinkan alokasi alat berat, tenaga ahli, dan bahan bangunan secara terkoordinasi sehingga hambatan teknis di lapangan bisa diminimalisir.

    Kemajuan lapangan dan fokus pekerjaan saat ini

    Hingga Senin, 29 Desember 2025, progres terpantau berfokus pada percepatan struktur dan utilitas dasar. Tim lapangan menargetkan penyelesaian rangka, penutup atap, dan instalasi utilitas pertama sehingga unit bisa segera ditutup rapat dan aman dari cuaca. Alat berat seperti excavator capit juga dikerahkan untuk pembersihan material kayu dan puing di lokasi terdampak, seperti di area Pesantren Darul Muklisin, Tanjung Karang.

    Pemulihan sumber air dan infrastruktur vital lainnya

    Selain huntara, upaya pemulihan infrastruktur dasar juga dilakukan bersamaan. Salah satu langkah penting adalah pengoperasian kembali Instalasi Pengolahan Air (IPA) Rantau dengan kapasitas 40 liter per detik, memastikan warga mendapatkan pasokan air bersih setelah terganggu akibat bencana. Langkah ini esensial untuk menjaga kesehatan dan kebersihan penghuni huntara.

    Persiapan kunjungan Presiden dan urgensi penyelesaian

    Percepatan pembangunan dipicu pula oleh agenda kunjungan Presiden RI, Prabowo Subianto, yang dijadwalkan meninjau perkembangan huntara pada 1 Januari 2026. Kehadiran kepala negara menambah tekanan waktu untuk menuntaskan pekerjaan, sekaligus menjadi momen bagi pemerintah untuk menunjukkan respons nyata terhadap korban bencana.

    Dukungan logistik dan manajemen lapangan

    Operasi 24 jam memerlukan manajemen SDM dan logistik yang matang: pengaturan shift pekerja, suplai bahan bangunan tepat waktu, serta pengendalian kualitas pekerjaan setiap shift. Hutama Karya menerapkan pengawasan ketat dengan tim quality control yang melakukan pemeriksaan berulang untuk mencegah cacat konstruksi karena kecepatan. Selain itu, koordinasi keselamatan kerja menjadi prioritas untuk mencegah kecelakaan proyek di lokasi yang masih menantang.

    Dampak sosial dan layanan pendukung penghuni

    Huntara bukan sekadar atap sementara; konsepnya menyertakan fasilitas pendukung agar kebutuhan dasar terpenuhi selama masa transisi. Dapur umum memberi akses makanan kolektif, area cuci menjaga kebersihan, musala memberi ruang ibadah, dan sanitasi membantu pencegahan penyakit. Rencana pendampingan sosial juga penting — termasuk pemulihan ekonomi lokal melalui program UMKM dan pendampingan psikososial bagi korban.

    Poin pengawasan penting sebelum hunian difungsikan

  • Verifikasi kekuatan struktur dan stabilitas fondasi setiap unit;
  • Uji fungsi instalasi listrik dan jaringan air untuk memastikan keselamatan penghuni;
  • Pemeriksaan sanitasi dan fasilitas umum agar standar kesehatan terpenuhi;
  • Dokumentasi serah terima unit kepada pihak berwenang dan warga penerima sesuai protokol.
  • Langkah lanjutan setelah hunian difungsikan

    Setelah huntara siap huni, fokus bergeser ke pemeliharaan jangka pendek, monitoring kesehatan penghuni, serta langkah rehabilitasi fasilitas permanen. Koordinasi antar-BUMN dan pemerintah daerah tetap diperlukan untuk memetakan langkah pemulihan selanjutnya: perbaikan rumah permanen, pemulihan infrastruktur jalan, dan dukungan ekonomi bagi warga agar kehidupan kembali normal.

    Catatan akhir untuk pembaca

    Percepatan pembangunan huntara di Aceh Tamiang menunjukkan kemampuan respons cepat institusi negara dan BUMN saat bencana. Namun, kecepatan harus selalu seimbang dengan mutu agar hunian sementara benar‑benar memberi perlindungan, bukan sekadar solusi sementara yang rapuh. Monitoring publik dan transparansi progres menjadi kunci agar bantuan sampai tepat sasaran dan punya dampak nyata bagi warga terdampak.