Generasi Muda Indonesia Terpapar Propaganda Ekstrem: Fakta Mengejutkan yang Harus Anda Tahu!

Ruang digital kini menjadi medan utama bagi kelompok radikal untuk menebar ideologi ekstrem. Media sosial yang dulunya hanya tempat berbagi konten hiburan dan informasi, kini dipakai sebagai sarana rekrutmen dan propaganda yang menjangkau generasi muda secara massif. Menurut Prof. Adrianus Eliasta Meliala, Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia, strategi ini sudah berlangsung sejak era kebangkitan ISIS pada 2011–2012, ketika media sosial mulai dioptimalkan untuk menarik simpatisan baru.

Peralihan Strategi Propaganda ke Dunia Maya

Pergeseran ini didorong oleh biaya yang rendah dan jangkauan yang luas. Berbekal konten video, poster digital, dan narasi emosional, kelompok radikal mampu:

  • Membangun citra “hiperreal” tentang kekuatan dan solidaritas komunitas ekstremis.
  • Menanamkan ideologi secara personal melalui pesan langsung dan grup tertutup.
  • Menguji efektivitas propaganda lewat algoritma yang menyesuaikan rekomendasi konten.

Teknik “soft approach” ini kerap membungkus narasi kekerasan dengan konsep “keadilan” atau “keimanan”, sehingga lebih mudah diterima generasi muda yang tengah mencari jati diri.

Faktor Kelenturan Generasi Muda

Generasi Z dan milenial Indonesia memiliki karakteristik khusus yang membuat mereka rentan menjadi target propaganda ekstrem:

  • Penggunaan media sosial tinggi: Lebih dari 70 juta anak muda di bawah 30 tahun aktif di platform digital.
  • Minimnya literasi digital: Banyak di antara mereka belum terlatih membedakan konten faktual dan hoaks.
  • Pencarian identitas: Masa remaja dan dewasa muda sering diwarnai kegelisahan eksistensial.
  • Ruang interaksi luas: Forum online dan aplikasi chat mempermudah akses materi radikal.

Dalam kondisi demikian, konten ekstremis yang dikemas menarik dan emosional lebih cepat viral dan diteruskan ke lingkaran teman sebaya.

Contoh Kasus Rekrutmen Digital di Indonesia

BNPT mencatat beberapa insiden yang mencerminkan pola radikalisasi digital:

  • Serangan tunggal Zakia Aini: Terinspirasi propaganda online, pelaku menyerang Mabes Polri secara sukarela.
  • Penggerebekan jaringan di Purworejo: Sejumlah remaja tertangkap karena tergabung dalam grup chat yang menyebarkan paham terorisme.
  • Penangkapan di Papua dan Sulawesi: Kasus remaja yang menitipkan materi propaganda lewat flash disk dan tautan digital.

Semua contoh ini menunjukkan bagaimana materi radikal masuk tanpa terdeteksi dan berkembang menjadi tindakan konkret di lapangan.

Kontra Narasi: Senjata Ampuh Mematahkan Propaganda

Menangkal propaganda ekstrem memerlukan pendekatan kontra narasi yang memahami karakteristik audiens muda:

  • Konten positif dan inspiratif: Cerita sukses mantan ekstremis yang bertransformasi dapat mematahkan mitos “kehebatan” ideologi radikal.
  • Pembentukan komunitas toleran: Forum dan grup digital yang mengedepankan dialog, kebhinekaan, dan empati.
  • Kolaborasi influencer: Melibatkan tokoh muda populer untuk menyuarakan nilai-nilai moderasi beragama dan keberagaman.
  • Pemaparan fakta sejarah: Edukasi visual tentang dampak kekerasan ekstremis di masa lalu, dikemas menarik untuk generasi digital native.

Penyajian kontra narasi yang konsisten dan kreatif akan memutus rantai rekrutmen dengan menurunkan daya tarik propaganda.

Peran BNPT dan Pemangku Kepentingan

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berperan sebagai koordinator utama:

  • Merancang podcast, webinar, dan talk show seperti “Kafe Toleransi” untuk membahas propaganda online.
  • Bekerja sama dengan Kementerian Kominfo untuk memoderasi konten ekstremis di platform digital.
  • Mendukung program literasi media digital di sekolah dan kampus melalui modul pembelajaran terintegrasi.

BNPT juga menjalin kemitraan dengan Kepolisian dan TNI untuk patroli siber dan penegakan hukum terhadap akun-akun yang menebar kebencian.

Langkah Praktis bagi Masyarakat dan Orang Tua

Untuk memperkuat benteng kontra narasi, masyarakat dapat mengimplementasikan beberapa tindakan berikut:

  • Peningkatan literasi digital: Ajarkan anak-anak cara memverifikasi sumber informasi sebelum membagikan konten.
  • Dialog terbuka: Diskusikan isu-isu kontroversial dengan sikap kritis, bukan emosi semata.
  • Laporkan konten meresahkan: Gunakan fitur aduan di media sosial untuk menandai propaganda ekstremis.
  • Dukung komunitas moderat: Ikuti akun dan organisasi yang mempromosikan perdamaian, inklusi, dan toleransi.

Peran aktif keluarga, sekolah, dan komunitas menjadi kunci agar generasi muda tak mudah terjerumus dalam jerat ideologi ekstrem.

Arah Gerakan Anti-Radikalisme Digital

Di era pergeseran ke dunia maya, strategi kontra narasi harus terus berinovasi:

  • Mengembangkan game edukatif yang menyisipkan pesan kontra narasi dalam cerita interaktif.
  • Mengadakan kompetisi video pendek bertema toleransi dan keberagaman di kalangan remaja.
  • Memperkuat kolaborasi dengan platform digital global untuk mempercepat penanganan konten negatif.

Dengan langkah-langkah terpadu, Indonesia dapat mempersempit ruang gerak propaganda ekstrem dan menjaga generasi muda tetap kritis, kreatif, dan toleran.