Anda Tidak Akan Percaya! Lansia Kini Boleh Sentuh dan Rasakan Prasasti Kuno di Museum Nasional

Universitas Indonesia (UI) kembali menunjukkan komitmennya terhadap inklusivitas budaya dengan menggelar tur multisensori di Museum Nasional Indonesia (MNI). Program ini dirancang khusus untuk lansia, agar mereka tidak sekadar menjadi penonton, melainkan dapat menyentuh, mencium, serta merasakan langsung artefak bersejarah. Kegiatan yang telah dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober, 6 November, dan 13 November 2025 tersebut melibatkan puluhan warga panti jompo dan komunitas lansia, membuka ruang museum menjadi lebih ramah usia lanjut.

Konsep Inklusif: Museum untuk Semua Kalangan

Tim pengabdi UI, yang terdiri dari dosen dan mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), merancang tur ini sebagai wujud pelayanan masyarakat. “Selama ini, museum lebih sering menargetkan anak sekolah dan keluarga muda. Lansia justru jarang tersentuh,” ujar salah satu koordinator program. Dengan melibatkan lansia dari Panti Werdha Budi Mulia 3 dan Komunitas Senam Tera Duren Tiga, UI menghadirkan suasana belajar yang inklusif dan interaktif.

Sentuh Prasasti Kuno dengan Sarung Tangan

Keunikan utama tur multisensori terletak pada kesempatan lansia untuk menyentuh langsung prasasti dan arca kuno menggunakan sarung tangan khusus. Tiga koleksi utama yang menjadi fokus adalah:

  • Prasasti Telaga Batu: Menyimpan catatan pajak dan struktur kerajaan Sriwijaya.
  • Prasasti Amoghapāśa: Terkait penguasa Isyana, memperlihatkan perpaduan budaya Hindu-Budha.
  • Prasasti Anjukladang: Menjelaskan sejarah Kerajaan Anjuk Ladang, cikal bakal kota Nganjuk.

Dengan meraba lekukan huruf dan relief pada prasasti, peserta diajak memahami fakta sejarah melalui indera sentuh, memperkuat keterikatan emosional dengan masa lalu.

Narasi yang Mengaitkan Sejarah dengan Memori Pribadi

Setiap sesi tur diselingi penjelasan naratif yang mengaitkan kisah di balik prasasti dengan pengalaman hidup peserta. Misalnya, cerita tentang ladang di Anjukladang yang mengingatkan beberapa lansia pada masa muda mereka di desa, memicu kenangan akan keluarga dan tradisi pertanian. “Prasasti ini memanggil kembali memori kampung halaman saya,” ungkap Eman, salah satu peserta.

Permainan Asah Otak: Latih Ingatan dan Motorik Halus

Setelah sesi sentuh-menyentuh, peserta diajak bermain asah otak bertema aksara kuno. Aktivitas meliputi :

  • Menelusuri huruf kuno (tracing) untuk melatih keterampilan menulis.
  • Memasangkan potongan kata prasasti untuk melatih logika dan ingatan.
  • Mengisi kalimat rumpang berdasarkan arti prasasti.
  • Mencari kata tersembunyi (word search) yang terkait lokasi prasasti.

Permainan ini tidak hanya mengaktifkan fungsi kognitif, tapi juga mendorong interaksi sosial antar peserta.

Permainan Indra Penciuman

Inovasi lain yang membedakan tur ini adalah stimulasi indra penciuman. Para lansia diminta mencium aroma :

  • Cuko pempek yang mengingatkan Palembang pada masa lampau.
  • Bumbu rendang khas Sumatra Barat.
  • Sambal pecel yang menggambarkan budaya Jawa Timur.

Aroma-aroma ini dihubungkan dengan prasasti asal daerah tersebut, memperkaya pengalaman multisensori peserta sekaligus melatih memori olfaktori.

Peran Mahasiswa dalam Mentransformasi Arkeologi

Aji Shahariza, salah satu mahasiswa terlibat, menjelaskan motivasi di balik program ini: “Kami ingin membuat arkeologi relevan bagi masyarakat modern. Prasasti yang diangkat bukan benda mati, tapi menyimpan cerita tentang asal-usul tempat.” Kolaborasi lintas fakultas menekankan pendekatan holistik, menggabungkan aspek budaya, kesehatan mental, dan interaksi sosial.

Dampak Sosial dan Kesejahteraan Lansia

Selain memberikan pengetahuan sejarah, kegiatan ini memiliki dampak psikososial yang signifikan. Lansia merasakan kebersamaan, terhindar dari rasa kesepian di panti, dan meraih kegembiraan saat tampil aktif dalam diskusi. Sesi bernyanyi bersama menutup rangkaian tur, menciptakan atmosfer hangat dan penuh semangat.

Langkah Selanjutnya

Menjadi harapan, model tur multisensori ini diadopsi oleh lebih banyak museum di Indonesia, menyediakan akses inklusif bagi berbagai kalangan. Dengan menempatkan peserta sebagai bagian aktif, bukan sekadar penonton, UI dan MNI membuka babak baru dalam penyajian warisan budaya bagi lansia dan masyarakat luas.