Banjir Sumatra: Mengapa Mantan Menteri Kehutanan Perlu Diperiksa DPR?
Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra memantik kritik dan tuntutan transparansi terkait pengelolaan lahan. Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rifan, menyatakan bahwa perlu ada pemeriksaan terhadap sejumlah mantan Menteri Kehutanan, termasuk nama yang disebut-sebut, untuk mengklarifikasi apakah kebijakan masa lalu berkontribusi pada tingkat kerusakan yang kini memperparah bencana.
Apa yang dikatakan Ali Rifan?
Ali Rifan menegaskan bahwa DPR dapat memanggil eks-menteri kehutanan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk meminta klarifikasi. Tujuannya jelas: memastikan apakah fenomena bencana yang terjadi murni disebabkan faktor alam atau ada unsur kebijakan manusia yang memperbesar dampaknya. Ia juga menyebutkan bahwa tidak hanya kementerian kehutanan yang perlu diaudit—institusi lain seperti Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup juga relevan karena berkaitan dengan perizinan dan tata guna lahan.
Indikasi masalah tata kelola lahan
Ali menggarisbawahi adanya indikasi kuat bahwa kebijakan pengelolaan lahan, termasuk izin tambang, pembalakan liar, dan pemanfaatan ruang yang tidak berkelanjutan, berkontribusi pada kerentanan wilayah terhadap banjir dan longsor. Ia mendorong evaluasi menyeluruh yang mencakup langkah jangka pendek, menengah, hingga panjang untuk memperbaiki sistem pengelolaan dan mencegah kejadian serupa di masa depan.
Langkah jangka pendek yang sedang dijalankan
Dalam fase darurat, upaya reaktif telah dilakukan: evakuasi, bantuan logistik, dan perbaikan sementara infrastruktur krusial. Ali memuji sinergi antara kementerian, pemerintah daerah, dan unsur militer/polri yang secara cepat merespons kondisi lapangan. Namun, ia menekankan bahwa solusi reaktif saja tidak cukup jika akar penyebab—yang mungkin terkait kebijakan—tidak diusut tuntas.
Kenapa pemeriksaan mantan menteri penting?
Peran DPR dan pembentukan Panja Alih Fungsi Lahan
Komisi IV DPR RI sudah mengambil langkah dengan membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk menelusuri indikasi alih fungsi lahan yang menimbulkan temuan kayu gelondongan saat banjir bandang. Langkah ini mengarah pada tekanan politik untuk menindak pembalak liar dan meninjau ulang kebijakan perizinan yang melibatkan pemanfaatan lahan besar-besaran.
Langkah menengah dan panjang yang direkomendasikan
Tantangan sosial-politik dalam investigasi
Pemeriksaan terhadap figur publik masa lalu selalu sensitif. Selain aspek hukum, ada faktor politik dan ekonomi yang perlu dikelola agar proses investigasi berjalan adil dan transparan. DPR harus bekerja dengan prinsip independensi dan berbasis bukti agar tidak sekadar menjadi ajang politisasi. Pada saat yang sama, masyarakat menuntut jawaban cepat dan tindakan nyata untuk mencegah bencana berulang.
Peran masyarakat dan akademisi
Ali Rifan menyarankan kolaborasi lebih intens antara akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan publik dalam penyediaan data dan analisis ilmiah. Kajian ilmiah independen dapat membantu DPR dan pemerintah daerah memahami keterkaitan antara kebijakan, praktik pengelolaan lahan, dan kerentanan bencana. Partisipasi masyarakat juga penting untuk mengungkap praktik-praktik lokal seperti pembalakan liar atau konversi lahan ilegal.
Sinyal untuk kebijakan yang lebih bertanggung jawab
Wacana pemanggilan mantan menteri menandakan kebutuhan akan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam. Jika terbukti ada peran kebijakan yang merugikan lingkungan, akan menjadi preseden untuk penegakan hukum dan reformasi kelembagaan. Selain aspek hukum, ini juga soal membangun kembali kepercayaan publik terhadap kemampuan negara dalam melindungi warga dari risiko bencana yang semakin intens akibat perubahan iklim dan tekanan pemanfaatan lahan.
Pertanyaan kunci yang harus dijawab dalam pemeriksaan
Menjawab pertanyaan‑pertanyaan ini dengan data dan bukti akan menentukan langkah selanjutnya: apakah perlu tindakan hukum, revisi kebijakan, atau program pemulihan jangka panjang yang lebih besar skala dananya.
