Beredar Prediksi Mengejutkan: AI Bakal Hapus Ribuan Pekerjaan IT Pemula!

Prediksi Gartner: AI Kuasai Pekerjaan IT Entry Level di 2030

Jakarta – Kecerdasan buatan (AI) semakin merasuk ke ranah Teknologi Informasi (TI). Baru-baru ini, riset global Gartner memperingatkan bahwa pada tahun 2030 mendatang, hampir seluruh pekerjaan di departemen TI akan terintegrasi dengan AI. Artinya, posisi entry level—yang selama ini menjadi pintu masuk bagi lulusan baru—berisiko “dihapus” oleh bot dan otomatisasi.

Saat ini, menurut Gartner, 81% tugas TI masih dikerjakan manusia tanpa bantuan AI. Namun tren adopsi melesat cepat. Dalam lima tahun ke depan, 25% pekerjaan TI diperkirakan akan digantikan sepenuhnya oleh bot, sedangkan 75% sisanya tetap ditangani manusia dengan dukungan AI.

Rincian Angka dan Dampak Global

Gartner menjelaskan bahwa:

  • Hanya 1% kehilangan pekerjaan benar-benar disebabkan AI hingga kini.
  • Goldman Sachs Research memprediksi 6–7% tenaga kerja AS bisa tergantikan jika AI diadopsi luas.
  • World Economic Forum (WEF) justru menuturkan AI mampu menciptakan 78 juta pekerjaan baru global pada 2030.
  • Data ini menandakan perubahan besar: risiko otomatisasi tinggi, tapi peluang karier baru juga terbuka luas.

    Pekerjaan Level Pemula yang Terancam

    Menurut Wakil Presiden Analis Gartner, Daryl Plummer, dan Alicia Mullery, beberapa peran entry level yang paling berisiko meliputi:

  • Helpdesk support: jawaban atas pertanyaan teknis dasar kini dapat di-handle oleh chatbot cerdas.
  • Pengujian perangkat lunak (manual testing): skrip otomatisasi mengurangi kebutuhan tester manual.
  • Administrasi jaringan dasar: sistem monitoring dan perbaikan otomatis menggantikan tugas konfigurasi sederhana.
  • Posisi-posisi ini sering kali dilatih melalui on the job training dan menjadi titik awal karier TI. Ketika AI mampu meniru atau meningkatkan kinerja dengan kecepatan dan akurasi, permintaan terhadap peran tersebut menurun drastis.

    Peluang Baru dan Kebutuhan Reskilling

    Meski ancaman nyata, AI juga membuka jalan bagi:

  • Spesialis integrasi AI: ahli yang memetakan, menguji, dan memasang modul AI ke dalam sistem perusahaan.
  • Data scientist dan engineer: mereka yang merancang algoritma, melakukan analisis data besar (big data), dan melatih model AI.
  • AI ethic officers: pengawas kebijakan etika AI untuk memastikan sistem bebas bias dan mematuhi regulasi.
  • Untuk bersaing, tenaga kerja TI entry level perlu melengkapi diri dengan:

  • Kemampuan pemrograman Python dan R untuk data science.
  • Pengetahuan konsep machine learning dan deep learning.
  • Keahlian cloud computing (AWS, Azure, Google Cloud) untuk deploy model AI.
  • Keterampilan komunikasi dan kolaborasi lintas fungsi (bisnis, UX, hukum).
  • Tantangan Investasi dan Skepsis Pasar

    Implementasi AI tidak tanpa hambatan. Gartner mencatat 65% perusahaan merugi akibat investasi AI yang kurang matang. Beberapa penyebab kegagalan antara lain:

  • Kurang perencanaan matang dan studi kelayakan bisnis (business case).
  • Kekurangan infrastruktur data yang terlindungi dan terintegrasi.
  • Ketiadaan sumber daya manusia terlatih untuk memelihara dan mengembangkan sistem AI.
  • Kurangnya dukungan dari manajemen puncak untuk perubahan budaya kerja.
  • Selain itu, survei Pew Research Center menunjukkan 51% masyarakat Amerika khawatir AI memicu pengangguran, deepfake, misinformasi, dan bias sistem. Ketakutan ini dapat melambatkan adopsi di Indonesia jika tidak disertai literasi dan regulasi tepat.

    Strategi Hadapi Disrupsi AI di Indonesia

    Warta Express merangkum beberapa langkah praktis bagi profesional TI di Indonesia:

  • Bergabung dalam bootcamp AI: program intensif singkat untuk menguasai dasar-dasar data science dan machine learning.
  • Bersertifikat internasional: ambil sertifikasi seperti Microsoft Certified: Azure AI Engineer atau AWS Certified Machine Learning.
  • Kembangkan portofolio proyek AI: buat studi kasus sederhana, misalnya klasifikasi gambar atau chatbot, lalu publikasikan di GitHub.
  • Jalin jejaring profesional: ikut meetup, hackathon, atau komunitas AI lokal untuk membangun relasi dan belajar tren terkini.
  • Kolaborasi lintas disiplin: aktif di forum bisnis-TI untuk memahami kebutuhan industri dan menciptakan solusi AI yang tepat sasaran.
  • Masa Depan TI di Era AI

    Walau prediksi Gartner terasa menakutkan, kunci utama adalah adaptasi cepat. Di Indonesia, permintaan akan solusi digital dan otomasi meningkat, terutama di sektor keuangan, e-commerce, dan manufaktur. Perusahaan yang tepat dalam mengelola transformasi AI akan tumbuh pesat, menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat daya saing global.

    Dengan persiapan matang — dari peningkatan kompetensi hingga strategi bisnis yang responsif — tenaga kerja TI Indonesia dapat memanfaatkan gelombang AI untuk naik ke level berikutnya, bukan malah tertinggal. Inilah saatnya banting setir menuju peran-peran masa depan yang lebih bernilai dan berkelanjutan.