Pelimpahan Berkas Tahap II ke Kejari Jakarta Pusat
Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) resmi melakukan pelimpahan berkas perkara dan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa, 10 November 2025 pukul 09.00 WIB. Tahap ini disebut Tahap II, di mana Penyidik Jampidsus menyerahkan seluruh berkas serta tersangka, yaitu Nadiem Makarim, kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk proses penuntutan.
Informasi pelimpahan ini diungkap langsung oleh kuasa hukum Nadiem, Ricky Saragih. “Betul, besok pelimpahan berkas Pak Nadiem (Tahap II) ke Jaksa Penuntut Umum,” ujar Ricky kepada media pada Minggu malam, 9 November 2025. Dengan langkah ini, status hukum Nadiem Makarim akan bergeser dari penyidikan ke proses persidangan di tingkat Kejari Jakpus.
Kronologi Penetapan Status Tersangka
Pada tanggal 5 September 2025, Kejagung menahan dan menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai puluhan miliar rupiah untuk program Google for Education di Kemendikbudristek. Kasus ini mencakup periode 2019–2022, di mana kementerian mengalokasikan anggaran untuk mendistribusikan perangkat chromebook kepada siswa di seluruh Indonesia, termasuk wilayah 3T (terluar, tertinggal, terdepan).
- 2019: Tahap uji coba pengadaan Chromebook gagal untuk skema penggunaan di Sekolah Garis Terluar.
- Awal 2020: Nadiem menjawab surat Google Indonesia untuk ikut serta dalam proses pengadaan TIK di kementerian.
- 5 September 2025: Kejagung resmi menaikkan status Nadiem menjadi tersangka.
- 10 November 2025: Berkas Tahap II dilimpahkan ke Kejari Jakarta Pusat.
Penetapan ini memunculkan sorotan publik karena melibatkan sosok mantan Menteri Pendidikan, sekaligus pendiri platform edukasi digital terkemuka.
Pertemuan Nadiem dengan Google Indonesia
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menyebut sejumlah pertemuan antara Nadiem dan pihak Google Indonesia di awal 2020. Salah satu tujuan pertemuan adalah membahas implementasi program Google for Education melalui Chromebook. Dalam pertemuan tertutup itu, disepakati bahwa Chrome OS dan Chrome Devices Management (CDM) akan diterapkan dalam proyek pengadaan alat TIK di Kemendikbudristek.
Nurcahyo menjelaskan bahwa pertemuan tersebut berlangsung sebelum proses pengadaan APD (alat pendukung) dimulai. “Pada awal tahun 2020, Nadiem menjawab surat Google untuk ikut partisipasi dalam pengadaan alat TIK di Kemendikbudristek,” terang Nurcahyo. Padahal, surat serupa sempat dikirim ke Menteri Pendidikan sebelumnya, Muhadjir Effendy, namun tidak ditindaklanjuti karena proyek uji coba gagal di wilayah 3T.
Kontroversi Proses Pengadaan Chromebook
Sejak surat Google ditindaklanjuti, tim teknis di Kemendikbudristek menyusun petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) pengadaan dengan spesifikasi kunci pada Chrome OS. Hal ini diduga mengunci kompetisi sehingga hanya Chromebook yang memenuhi syarat administratif dan teknis. Akibatnya, perangkat lain tidak memiliki kesempatan untuk bersaing.
- Spesifikasi teknis mencantumkan Chrome OS sebagai sistem operasi wajib.
- Syarat CDM (Chrome Devices Management) di Juklak dinilai eksklusif untuk produk Google.
- Tim verifikasi mengabaikan sertifikasi dan uji coba lapangan di wilayah 3T pada 2019.
Praktik “locked specification” ini memunculkan dugaan tindak pidana korupsi, karena potensi mark-up harga dan persaingan tidak sehat di antara vendor pengadaan TIK.
Peran Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah
Dalam proses pembuatan juknis dan juklak, dua pejabat Kemendikbudristek turut ditetapkan sebagai tersangka pendukung. Keduanya adalah:
- Sri Wahyuningsih (SW), Direktur PAUD dan Pendidikan Dasar, yang mengesahkan dokumen teknis.
- Mulyatsyah (MUL), Direktur SMP Direktorat PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah, penyusun petunjuk pelaksanaan.
Keduanya bekerja di bawah arahan Nadiem dan diduga merancang spesifikasi yang mengunci Chrome OS. Dokumen yang dihasilkan memuat persyaratan kunci tertentu, sehingga vendor lain tidak dapat memenuhi pangsa pasar.
Pandangan Hukum dan Proyeksi Proses Selanjutnya
Dengan pelimpahan berkas ke Kejari Jakarta Pusat, status Nadiem akan memasuki fase persidangan. JPU berwenang menyiapkan surat dakwaan dan menuntut hukuman sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi:
- Pasal 2 ayat (1) tentang penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.
- Pasal 3 ayat (1) mengenai pemberi dan penerima suap.
Jangka waktu maksimal penyusunan dakwaan adalah 30 hari kerja, terhitung sejak pelimpahan berkas. Berdasarkan jadwal, jika tidak ada perpanjangan, sidang perdana dapat digelar akhir November 2025 di PN Jakarta Pusat.
Publik dan kalangan pendidikan kini menanti proses hukum yang adil dan transparan. Kasus ini menjadi ujian sistem pemerintahan dan penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait implementasi proyek teknologi pendidikan berskala nasional.
