Latar Belakang Kasus Tambang Ilegal di Kawasan IKN
Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan (Kemenhut) kembali menegakkan hukum atas praktik pertambangan ilegal di dalam kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto, yang kini menjadi bagian dari wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Kasus ini muncul setelah adanya operasi tangkap tangan oleh Tim SPORC Brigade Enggang dan selanjutnya ditindaklanjuti oleh Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Kalimantan.
Kronologi Operasi dan Penangkapan Operator Alat Berat
Pada tahun 2025, tim penegak hukum berhasil menangkap empat operator alat berat yang sedang melakukan aktivitas penambangan batubara ilegal di area green belt Waduk Samboja. Keempat tersangka operator tersebut masing-masing berinisial:
Penangkapan ini dilakukan secara langsung di lokasi penambangan dan dilengkapi dengan barang bukti berupa alat berat, sisa tambang, serta dokumentasi aktivitas. Operasi tersebut menandai langkah awal dalam mengungkap pemodal dan otak di balik skema tambang ilegal ini.
MH sebagai Tersangka Pemodal dan Penanggung Jawab
Setelah penangkapan para operator, penyidik Balai Penegakan Hukum Kehutanan pada Kemenhut menetapkan seorang tersangka berinisial MH (37 tahun). MH telah menjadi target Daftar Pencarian Orang (DPO) selama bertahun-tahun karena diduga sebagai:
Penetapan MH sebagai tersangka tidak terlepas dari kerja sama intensif antara Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan, Biro Koordinasi dan Pengawasan (Korwas) Bareskrim Polri, serta Subdit V Bareskrim Mabes Polri. Berkat sinergi ini, tim penyidik berhasil melacak keberadaan MH dan melakukan pemeriksaan serta penahanan di Subdit V Bareskrim.
Pernyataan Pejabat Kemenhut
Leonardo Gultom, Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan, mengungkapkan bahwa penetapan MH merupakan tindak lanjut dari operasi tangkap tangan operator pada Oktober 2025. Ia menegaskan:
Senada, Dwi Januanto Nugroho, Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan Kemenhut, menambahkan bahwa upaya ini bagian dari komitmen melindungi kawasan hutan konservasi. Ia menekankan pentingnya efek jera untuk mencegah kerusakan ekologis lebih lanjut di Tahura Bukit Soeharto.
Dasar Hukum Penetapan Tersangka
MH disangkakan melanggar ketentuan:
Ancaman pidana yang dihadapi MH berupa hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp5 miliar. Penerapan pasal tersebut mempertegas keseriusan pemerintah dalam menindak pelaku tambang ilegal, terutama di dalam kawasan konservasi yang memiliki status hukum dan ekologis tinggi.
Dampak Lingkungan dan Sosial
Aktivitas tambang ilegal di dalam Tahura Bukit Soeharto menimbulkan sejumlah kerusakan lingkungan, seperti:
Dari sisi sosial, masyarakat lokal juga terdampak oleh penambangan ilegal, mulai dari gangguan kualitas air hingga kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan. Penanganan tegas terhadap pelaku diharapkan memulihkan kondisi lingkungan dan memberikan keadilan bagi warga terdampak.
Langkah Selanjutnya dan Pengawasan Berkelanjutan
Setelah penahanan MH, Kemenhut bersama instansi terkait akan melanjutkan:
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan praktik tambang ilegal di wilayah IKN dapat ditekan secara signifikan, sekaligus menjaga kelestarian kawasan hutan konservasi untuk generasi mendatang.
