Proses Pengesahan RKUHAP dalam Rapat Paripurna DPR RI
Pada Rabu malam, 19 November 2025, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menggelar Rapat Paripurna ke-8 masa persidangan II Tahun Sidang 2025–2026 untuk membahas pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Ketua DPR, Puan Maharani, membuka sidang dengan meminta Ketua Komisi III, Habiburokhman, menyampaikan laporan hasil pembahasan RKUHAP. Setelah penjelasan komprehensif dari Komisi III, Puan menanyakan persetujuan kepada seluruh anggota.
Suasana sidang menjadi sakral saat anggota dewan menjawab “Setuju” secara serempak, diikuti ketukan palu sebagai tanda sahnya RKUHAP menjadi Undang-Undang. Dengan demikian, KUHAP baru resmi menggantikan KUHAP lama yang berlaku sejak 1981.
Reformasi Terbesar Sistem Peradilan Pidana Sejak 1981
Prof. Henry Indraguna, pakar hukum dan guru besar Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, menilai pengesahan KUHAP baru sebagai reformasi terbesar dalam sistem peradilan pidana Indonesia sejak aturan sebelumnya diberlakukan pada 1981. Ia menegaskan:
“Pengesahan ini menandai reformasi terbesar dalam sistem peradilan pidana Indonesia, menggantikan KUHAP lama yang sudah berusia lebih dari empat dekade.”
Reformasi mencakup penyempurnaan prosedur penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan untuk menjamin hak asasi tersangka.
Peningkatan transparansi proses peradilan dengan memperkenalkan mekanisme pembuktian dan dokumentasi digital.
Penyesuaian KUHAP dengan Era Digital dan Kesadaran Publik
Dalam era informasi saat ini, masyarakat semakin kritis dan sadar akan hak-hak hukumnya. KUHAP baru hadir untuk menjawab tantangan tersebut dengan mengatur:
Penggunaan teknologi informasi dalam penanganan perkara, seperti sistem e-court, e-delivery of summons, dan digital evidence management.
Penyebaran akses informasi publik terkait proses persidangan melalui situs resmi pengadilan dan jurnal elektronik.
Pemberian hak bagi tersangka dan terdakwa untuk mendapatkan salinan digital berkas perkara dan putusan pengadilan secara daring.
Penguatan Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat
KUHAP baru memperkuat perlindungan hukum publik melalui beberapa ketentuan utama:
Penegasan hak tersangka untuk mendapatkan penasihat hukum sejak tahap pertama pemeriksaan, tanpa biaya (pro bono) jika tidak mampu.
Pembatasan durasi penahanan sebelum penetapan status tersangka sesuai standar hukum internasional.
Peningkatan mekanisme pengawasan eksternal, seperti keterlibatan Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang aparat penegak hukum.
Profesionalisme Aparat dan Komitmen Negara
Henry Indraguna menambahkan bahwa KUHAP baru menegaskan komitmen negara untuk meningkatkan profesionalisme aparat penegak hukum:
Rekrutmen dan pelatihan penyidik, jaksa, serta hakim berbasis kompetensi dan sertifikasi internasional.
Penerapan kode etik yang lebih ketat dengan sanksi administrasi maupun pidana bagi aparat yang melanggar prosedur.
Penggunaan alat bukti elektronik meminimalisir manipulasi fakta dan meningkatkan akuntabilitas.
Dampak Pelaksanaan KUHAP Baru
Implementasi KUHAP baru akan berdampak luas bagi sistem peradilan dan masyarakat umum:
Pengurangan praktik penahanan sewenang-wenang karena adanya batasan waktu dan hak penangguhan penahanan (penangguhan provisional release).
Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan, seiring transparansi proses hukum dan ketersediaan data digital.
Percepatan penyelesaian perkara pidana melalui e-trial dan verifikasi bukti elektronik yang lebih efisien.
Langkah Pembinaan dan Sosialisasi KUHAP Baru
Untuk memastikan pelaksanaan yang efektif, DPR bersama Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Polri, dan Mahkamah Agung merencanakan rangkaian sosialisasi:
Pelatihan intensif bagi aparat penegak hukum di seluruh wilayah Indonesia.
Workshop dan seminar bagi pengacara, akademisi, dan lembaga bantuan hukum.
Penerbitan modul digital dan panduan praktik untuk memudahkan akses informasi publik.
Kampanye media massa dan media sosial untuk meningkatkan pemahaman masyarakat.
Dengan KUHAP baru yang lebih responsif terhadap perkembangan teknologi dan menempatkan hak asasi manusia sebagai fondasi utama, diharapkan sistem peradilan pidana di Indonesia akan menjadi lebih adil, transparan, dan profesional.