Eks Petinggi Pertamina Bongkar Rahasia Blending BBM: Mesin Mobil Dijamin Aman!

Sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Patra Niaga kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin malam, 10 November 2025. Mantan Direktur Rekayasa dan Infrastruktur Darat, Edward Adolof Kawi, dihadirkan sebagai saksi untuk menjawab pertanyaan terdakwa terkait rumor “BBM oplosan” yang disebut-sebut merusak mesin kendaraan. Berikut paparan lengkap mengenai proses blending BBM, jaminan quality control, serta jejak sejarah pencampuran bahan bakar di Indonesia.

Konteks Persidangan dan Pertanyaan Terdakwa

Pertanyaan kunci dalam sidang kali ini diajukan oleh Muhammad Kerry Adrianto Riza, terdakwa sekaligus beneficial owner PT Tangki Merak dan PT OTM. Kerry menyinggung isu oplosan BBM yang beredar di masyarakat: “Apakah ada kasus BBM hasil blending yang tidak sesuai spesifikasi sehingga merusak mesin mobil dan motor?” Edward menjawab tegas bahwa semua blending BBM di terminal Patra Niaga telah melalui prosedur quality control ketat, sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada kendaraan.

Proses Blending BBM dan Quality Control

Edward menerangkan, pencampuran bahan bakar minyak (BBM) atau blending dilakukan di fasilitas milik Pertamina Patra Niaga maupun terminal sewa. Setiap tahap blending mengikuti prosedur berikut:

  • Pengujian awal bahan baku (solar, bensin, FAME, etanol) untuk memastikan parameter RON, cetane number, serta kandungan sulfur sesuai standar.
  • Pencampuran dengan rasio yang telah ditetapkan berdasarkan hasil kajian teknis dan regulasi pemerintah.
  • Sampling berkala selama proses blending untuk mengukur kestabilan karakteristik bahan bakar.
  • Pengujian akhir (final quality control) sebelum BBM didistribusikan ke SPBU, mencakup uji lab untuk memastikan tidak ada partikel asing dan ketahanan terhadap korosi.

“Kami menjamin tidak ada BBM oplosan yang merusak mesin,” tegas Edward di muka majelis hakim.

Sejarah Praktik Blending di Indonesia

Menurut keterangan Edward, Pertamina mulai menerapkan blending BBM pada 2007 dengan mencampur solar (diesel) dengan FAME (Fatty Acid Methyl Ester) dari minyak kelapa sawit (CPO), dikenal sebagai produk biosolar. Awalnya, rasio FAME hanya 2,5 persen. Seiring waktu, pemerintah dan Pertamina meningkatkan komposisi biofuel:

  • 2007: Biosolar B2.5 (2,5% FAME – 97,5% solar)
  • 2025: Biosolar B40 (40% FAME – 60% solar)
  • 2026 Rencana: Biosolar B50 (50% FAME – 50% solar)

Untuk bensin, Pertamina memulai kajian blending pada 2015, mencampur bensin RON 88 dan RON 92 hingga menghasilkan produk Pertalite (RON 90). Kemudian, untuk RON lebih tinggi:

  • Pertamax (RON 92) diblending dengan etanol untuk memenuhi ketentuan RON 95.
  • Pertamax Turbo (RON 98) diproduksi murni tanpa blending.

Ragam Produk Hasil Blending

Detail produk BBM yang dihasilkan dari blending:

  • Pertalite (RON 90): campuran bensin RON 88 dan RON 92, tanpa etanol.
  • Pertamax (RON 92): bensin murni, kadang ditambahkan kecil etanol untuk menyesuaikan kualitas udara.
  • Pertamax Turbo (RON 98): bensin murni, tanpa campuran zat tambahan.
  • Biosolar B40: solar bercampur 40% FAME, semakin mendekati target energi hijau.

Seluruh produk ini diproduksi sesuai regulasi Menteri ESDM dan telah mendapatkan sertifikat SNI dari Badan Standardisasi Nasional.

Peran Quality Control dan Tantangan Ke depan

Quality control (QC) menjadi kunci kepercayaan konsumen dan kelancaran mesin kendaraan. Berikut tantangan yang dihadapi Pertamina Patra Niaga:

  • Perubahan komposisi biofuel yang terus meningkat, memerlukan penyesuaian mesin SPBU dan sistem penyimpanan bahan bakar.
  • Pengawasan rantai distribusi, memastikan tidak terjadi kontaminasi saat transit BBM ke SPBU.
  • Adaptasi teknologi blending di terminal untuk fleksibilitas rasio sesuai kebijakan pemerintah.

Edward menambahkan bahwa peningkatan kapasitas laboratory testing dan pelatihan operator blending menjadi prioritas untuk menjaga mutu BBM.

Implikasi Hukum dan Regulasi

Keterangan Edward di persidangan memegang nilai strategis karena membantah tuduhan praktik blending ilegal. Pemeriksaan terhadap prosedur QC dan dokumentasi blending menjadi bahan bukti kuat di dalam persidangan. Sementara itu, lembaga pengawas seperti Ditjen Migas dan BPH Migas terus memantau penerapan standar BBM nasional.

Catatan Akhir

Sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti dokumen blending dan kesaksian teknis lain. Publik menanti hasilnya, karena kejelasan prosedur pengolahan BBM berpengaruh langsung pada kinerja mesin kendaraan dan kepercayaan konsumen terhadap produk Pertamina.