Kerajaan Kalingga, salah satu kerajaan tertua bercorak Hindu-Buddha di Nusantara, meninggalkan jejak peradaban yang kaya antara Pekalongan dan Jepara. Berdiri sejak abad ke-6 Masehi, kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya di era Ratu Shima. Kini, peninggalan arkeologisnya menjadi saksi bisu sejarah dan destinasi wajib bagi pencinta wisata budaya.
Sejarah Singkat Kerajaan Kalingga
Kerajaan Kalingga—juga dikenal dengan nama Holing—menguasai pesisir utara Jawa Tengah sekitar tahun 674–695 M. Ratu Shima memerintah dengan hukum yang sangat tegas, hingga tercatat tidak ada tindak kejahatan pencurian di negeri itu. Kejayaan Kalingga berakhir setelah serangan Kerajaan Sriwijaya, namun warisannya masih tertinggal dalam bentuk prasasti dan candi.
Alasan Menjelajah Situs-Situs Kalingga
Mengunjungi peninggalan Kerajaan Kalingga bukan sekadar melihat bangunan tua, tetapi juga menghayati nilai keadilan, kepercayaan, dan teknik bangunan kuno. Dengan eksplorasi lapangan, pengunjung dapat:
- Mendapatkan wawasan tentang sistem pemerintahan dan hukum di abad ke-7.
- Memahami pengaruh budaya India dalam arsitektur dan sastra pada masa itu.
- Merasakan langsung sensasi wisata sejarah yang edukatif dan mengasyikkan.
7 Peninggalan Kerajaan Kalingga yang Wajib Dikunjungi
- Prasasti Tukmas
Terletak di Dusun Dakawu, Desa Lebak (Grabag, Magelang), prasasti ini memuat aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Teksnya menandai mata air suci di lereng Gunung Merapi, menjadi bukti tertulis pertama tentang keberadaan Kalingga. - Prasasti Sojomerto
Ditemukan di Desa Sojomerto (Reban, Batang), prasasti ini mengungkap garis keturunan Wangsa Sailendra—nenek moyang penguasa Kalingga. Tulisan kuno di batu ini menjadi jembatan sejarah antara Kalingga dan kerajaan berikutnya. - Candi Bubrah
Sebagian reruntuhan Candi Prambanan (Desa Bugisan, Prambanan, Sleman) ini rusak akibat gempa, namun struktur dasarnya masih jelas. Diperkirakan candi ini dipersembahkan untuk pemujaan dewa-dewa Hindu, menandakan keragaman keagamaan masa Kalingga. - Candi Angin
Di puncak Gunung Muria (Tempur, Keling, Jepara), ketinggian 1.500 mdpl memberikan panorama luar biasa. Terbuat dari batu andesit, candi bergaya Majapahit ini dikelilingi angin sepoi, menciptakan suasana magis seperti kembali ke era kerajaan. - Situs Puncak Songolikur
Terletak di Puncak Rahtawu (Gunung Muria, Jepara), situs ini berupa puing candi dan artefak tersebar di dataran tinggi. Konon, lokasi ini dahulu dijadikan benteng pertahanan, menyimpan misteri teknik militer kuno Kalingga. - Candi Gedong Songo
Di kaki Gunung Ungaran (Bandungan, Semarang), terdapat sembilan candi Hindu yang disusun rapi dalam panorama kabut pagi. Kompleks ini dipakai untuk ritual pemujaan Ratu Shima, kini menjadi spot foto dan trekking populer. - Candi Dieng
Di Dataran Tinggi Dieng (Wonosobo), candi-candi ini termasuk yang tertua di Indonesia. Prasasti tahun 808 Masehi dengan huruf Jawa Kuno memperkuat kaitan Kalingga dengan peradaban awal Jawa Tengah.
Rute dan Aksesibilitas
Beberapa situs mudah dijangkau kendaraan pribadi atau angkutan umum, namun untuk Candi Angin dan Puncak Songolikur, Anda perlu transportasi yang kuat menanjak. Rekomendasi:
- Mulai dari kota Semarang atau Kendal, lalu menuju Kecamatan Grabag (Magelang) untuk Prasasti Tukmas.
- Perjalanan ke Reban (Batang) untuk Prasasti Sojomerto dapat dilanjutkan ke Kecamatan Prambanan (Sleman) dan Wonosobo untuk rangkaian candi.
- Jepara menjadi basecamp ideal untuk menjelajahi Candi Angin dan Puncak Songolikur, dengan jalur aspal hingga pos pendakian.
Tips Wisata Sejarah yang Nyaman
Agar kunjungan maksimal:
- Pakai sepatu trekking atau sandal gunung, karena medan berbatu dan tanjakan terjal.
- Jadwalkan kunjungan saat musim kemarau (April–September) untuk cuaca cerah.
- Bawa air minum dan camilan ringan, karena area perbukitan minim warung.
- Hormati situs suci dengan tidak merusak batu atau meninggalkan sampah.
- Manfaatkan pemandu lokal yang sering tersedia di kawasan candi untuk menambah detail sejarah.
Dengan menjelajahi peninggalan Kerajaan Kalingga, Anda tidak hanya mengisi feed media sosial, tetapi juga menyerap pelajaran berharga tentang akar budaya dan identitas bangsa Indonesia.
