WartaExpress

Geger! Faizal Assegaf Usul Kementerian Keamanan Demi Perkuat Polri – Apa Dampaknya?

Latar Belakang Usulan Kementerian Keamanan

Pada diskusi publik yang digelar di Kantor Sinergi Konstruktif, Jumat, 21 November 2025, kritikus politik Faizal Assegaf mengemukakan gagasan pembentukan Kementerian Keamanan. Tujuannya: memperkuat tata kelola Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tanpa merubah status kelembagaan Polri yang berada langsung di bawah Presiden. Menurut Faizal, langkah ini dilatarbelakangi kebutuhan akan koordinasi horizontal yang solid antara kementerian dan Polri, sehingga fungsi pengawasan dan pembinaan menjadi lebih terstruktur.

Menyoal Rencana Penempatan Polri di Bawah Kemendagri

Saat ini wacana menempatkan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencuat sebagai salah satu opsi reformasi kelembagaan. Faizal menolak keras gagasan tersebut. Ia menilai penempatan Polri di bawah Kemendagri berpotensi membuka ruang intervensi politik yang justru akan melemahkan independensi institusi. “Penempatan Polri di bawah kementerian tertentu dapat menimbulkan konflik kepentingan dan mengaburkan batas wewenang antara fungsi pengamanan dan politik praktis,” ujarnya.

Prinsip Kedudukan Setara dengan Kemenhan

Gagasan Kementerian Keamanan yang diusulkan oleh Faizal tidak akan mengubah kedudukan Kapolri—masih tetap berada di bawah Presiden sama seperti Panglima TNI. Kementerian ini justru dirancang sebagai mitra kerja setara dengan Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Pada level koordinasi horizontal, Kementerian Keamanan bertugas tidak untuk mengendalikan operasi harian Polri, melainkan untuk membangun mekanisme pengawasan, akuntabilitas anggaran, dan netralitas institusi.

Rincian Fungsi Kementerian Keamanan

Dukungan terhadap Komisi Percepatan Reformasi Polri

Selain usulan kementerian baru, Faizal juga menyatakan dukungan terhadap Komisi Percepatan Reformasi Polri yang dipimpin oleh Prof. Jimly Asshiddiqie. Komisi ini didorong untuk memediasi sengketa hukum yang bernuansa politik, termasuk polemik publik terkait dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo. Menurut Faizal, keberadaan tim mediasi dapat menjadi penyeimbang antara penegakan hukum dan perlindungan hak setiap pihak.

Pentingnya Pendekatan Dialogis

Dalam menghadapi kasus yang mengandung unsur politik, Faizal menekankan perlunya mekanisme dialog yang sistematis. “Kami mendorong Tim Percepatan Reformasi Polri membuka ruang mediasi agar penegakan hukum tidak ditunggangi dendam politik,” tuturnya. Dengan dialog terstruktur, potensi eskalasi kericuhan sosial dapat dikurangi, sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga kepolisian.

Contoh Kasus Ijazah Palsu dan Polemik Politik

Dugaan penggunaan ijazah palsu oleh mantan Presiden menimbulkan gelombang tuntutan hukum dan protes politik. Faizal mengingatkan, ketika proses hukum dikaitkan dengan kekuatan politik, maka aspek keadilan seringkali terdistorsi. Dalam forum diskusi, ia mencontohkan bagaimana pendekatan litigasi biasa dapat berujung pada saling balas tuntutan yang memecah belah masyarakat. Pendekatan mediasi oleh komisi independen dinilai lebih efektif meredam ketegangan.

Tantangan dalam Implementasi Kementerian Keamanan

Manfaat bagi Tata Kelola Keamanan Nasional

Apabila terwujud, Kementerian Keamanan akan memperkuat kerangka tata kelola keamanan nasional dengan:

Dengan demikian, Polri dapat fokus menjalankan tugas sebagai penyidik dan penegak hukum, tanpa terbebani tekanan politik yang bersinggungan dengan agenda kekuasaan. Langkah ini diharapkan mengantarkan institusi Polri menjadi organisasi yang semakin profesional, akuntabel, dan dipercaya publik.

Exit mobile version