Pakar Hukum Tata Negara, Radian Syam dari STIH IBLAM, menegaskan bahwa demokrasi Indonesia saat ini tengah diuji oleh kondisi global yang dikenal sebagai VUCA—volatility (ketidakstabilan), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kompleksitas), dan ambiguity (ambiguitas). Dalam peluncuran bukunya Mendayung Demokrasi di Era VUCA yang digelar di vOffice Event Space, Centennial Tower Jakarta, Rabu 6 Agustus 2025, ia menekankan bahwa pendekatan lama berbasis prosedur elektoral saja tidak lagi cukup untuk menjaga keutuhan sistem demokrasi.
Tantangan Demokrasi di Era VUCA
Radian Syam menggambarkan demokrasi sebagai sebuah kapal yang berlayar di lautan bergelombang penuh ketidakpastian. Empat elemen utama VUCA memengaruhi setiap aspek kehidupan berbangsa:
- Volatility: Perubahan situasi politik dan sosial yang cepat dan sulit diprediksi.
- Uncertainty: Informasi yang sering tidak lengkap dan menimbulkan keraguan di kalangan publik.
- Complexity: Jalinan kepentingan berbagai aktor—negara, partai politik, media, masyarakat sipil—yang saling terkait.
- Ambiguity: Batasan norma dan regulasi yang sering multitafsir, memicu konflik kepentingan.
Dalam kondisi seperti ini, institusi demokrasi wajib beradaptasi dengan strategi lebih tangguh dan fleksibel.
Empat Pilar Demokrasi yang Harus Diperkuat
Menurut Radian Syam, ada empat pilar yang menjadi tiang penyangga demokrasi, yang kini memerlukan inovasi kebijakan dan reformasi struktural:
- Ruang Publik: Peralihan diskursus dari tatap muka ke platform digital mempercepat penyebaran informasi palsu dan polarisasi. Dibutuhkan regulasi transparansi algoritma media sosial serta pembatasan dominasi konten komersial.
- Pemilu: Legitimasi pemilu terancam oleh disinformasi dan serangan siber. Penguatan regulasi dana politik, transparansi proses, serta literasi digital bagi pemilih menjadi langkah penting.
- Partai Politik: Partai harus bertransformasi menjadi organisasi yang meritokratif, transparan, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat. Pemanfaatan teknologi digital untuk kaderisasi dan manajemen internal menjadi keniscayaan.
- Hukum: Penegakan hukum yang adil dan konsisten, terutama terkait kebebasan berekspresi dan perlindungan hak asasi, menjadi fondasi untuk menjaga ekosistem demokrasi tetap sehat.
Kolaborasi Institusional sebagai Kunci
Radian Syam menegaskan bahwa penguatan demokrasi tidak dapat dilakukan oleh pemerintah saja. Kolaborasi antar elemen bangsa menjadi langkah final agar sistem demokrasi mampu bertahan di tengah guncangan global. Ia mendorong keterlibatan:
- Pemerintah dan penyelenggara negara untuk memperkuat regulasi dan infrastruktur digital.
- Masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah dalam memantau pelaksanaan kebijakan publik.
- Akademisi dan peneliti untuk menyediakan data empiris dan analisis kritis atas dinamika politik.
- Sektor swasta untuk mendukung program-program literasi digital dan keamanan siber.
Dengan sinergi tersebut, sistem demokrasi diharapkan mampu menyerap masukan konstruktif dan menyesuaikan diri dengan cepat.
Rekomendasi Kebijakan dan Langkah Strategis
Radian Syam memaparkan sejumlah rekomendasi konkrit:
- Menerbitkan peraturan transparansi algoritma media sosial dan audit independen berkala.
- Menetapkan standar keamanan siber wajib bagi Komisi Pemilihan Umum dan lembaga survei politik.
- Mengintegrasikan literasi digital ke dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan pemilih lanjut usia.
- Menjalin kemitraan antarpartai untuk memfasilitasi dialog nasional terkait reformasi partai politik.
Langkah-langkah ini diharapkan mendorong demokrasi yang inklusif, transparan, dan adaptif.
Suara Para Ahli dan Tokoh
Dalam sesi bedah buku, sejumlah narasumber memberi respons positif:
- Fitra Asril (Guru Besar FH UI) menyoroti pentingnya mempertahankan demokrasi meski dalam keadaan darurat, dan menolak legitimasi tindakan otoriter.
- Anggawira (Sekjen HIPMI) menekankan bahwa penegakan hukum menjadi pilar utama untuk melindungi hak politik masyarakat di era disinformasi.
- Sukmo Harsono (Politisi & Staf Khusus Bappenas) mengingatkan peran media dan analis untuk tidak menyebarkan konten yang malah memecah belah dan membingungkan publik.
Keseluruhan diskusi menegaskan bahwa demokrasi yang kuat lahir dari kerja kolektif, bukan dari otoritarianisme atau sekadar rutinitas pemilu.
Agenda Implementasi dan Tantangan ke Depan
Ke depan, fokus implementasi akan tertuju pada uji efektivitas regulasi baru, monitoring independen, dan evaluasi berkelanjutan. Rangkaian lokakarya lintas sektor direncanakan untuk menguji langkah-langkah kebijakan di berbagai tingkat pemerintahan, mulai dari pusat hingga desa. Suksesnya strategi ini sangat bergantung pada komitmen semua pihak untuk mengedepankan kepentingan bangsa agar demokrasi Indonesia tidak terseret arus ketidakpastian global.