Mengejutkan! 41% Bos Sebut Lulusan Gen Z Belum Siap Kerja – Ini Alasannya!

Generasi Z: Siapa Sebenarnya Mereka?

Generasi Z, lahir antara tahun 1997 hingga 2012, kini mulai meramaikan dunia kerja Indonesia. Di satu sisi, mereka dikenal melek teknologi, kreatif, berjiwa wirausaha, dan memiliki kepedulian sosial tinggi. Di sisi lain, tantangan besar menanti: memasuki lingkungan kerja yang menuntut lebih dari sekadar kecakapan teknis.

Hasil Survei yang Menggelitik

Berdasarkan survei terbaru yang dipublikasikan British Council, 41 persen pemimpin bisnis menilai lulusan Generasi Z belum siap terjun ke dunia kerja. Ironisnya, 51 persen anggota Gen Z sendiri mengakui bahwa pendidikan formal yang mereka terima belum memadai dalam mempersiapkan tantangan profesional.

Kesenjangan Soft Skills

Masalah utama terletak pada keterampilan lunak (soft skills). Sebanyak 70 persen pemimpin bisnis menyebut kemampuan komunikasi lulusan Gen Z masih rendah. Selain itu, kolaborasi tim, inisiatif, hingga motivasi kerja juga kerap dinilai belum optimal.

Dampak Pandemi pada Pengembangan Soft Skills

Pandemi COVID-19 memaksa pergeseran drastis ke pembelajaran daring dan kerja jarak jauh. Kurangnya interaksi tatap muka membatasi kesempatan Gen Z mengasah kemampuan interpersonal tradisional, seperti:

  • Berkomunikasi langsung dengan kolega dan atasan.
  • Bekerja dalam tim saat brainstorming atau presentasi.
  • Membangun kepercayaan melalui tatap muka dan bahasa tubuh.

Konsekuensi di Dunia Kerja

Ketika memasuki kantor tanpa soft skills memadai, Gen Z sering mengalami hambatan berupa:

  • Komunikasi yang tidak efektif, memicu miskomunikasi dan konflik.
  • Kolaborasi tim yang kurang solid, mengurangi produktivitas proyek.
  • Keterlibatan karyawan (employee engagement) menurun, mempengaruhi retensi talenta.

Pandangan Pakar Pendidikan

Pengamat Pendidikan Doni Koesoema mengungkap penyebab mendasar: sistem pendidikan formal cenderung fokus pada capaian akademik dan kurang memberi ruang untuk kecerdasan emosional maupun keterampilan interpersonal. “Banyak Gen Z tumbuh dalam keluarga sejahtera dan sedikit dimanjakan. Mereka pandai menghadapi tes akademik, namun resiliensi dan ketahanan mental masih perlu diasah,” ujar Doni.

Upaya TBIG Dorong Kolaborasi

Untuk menjembatani kesenjangan ini, PT Tower Bersama Infrastructure (TBIG) memfokuskan program CSR pada kolaborasi antara dunia pendidikan dan industri. Melalui kemitraan dengan sekolah tinggi dan universitas, TBIG:

  • Menyelenggarakan workshop persiapan karir, termasuk simulasi wawancara dan komunikasi efektif.
  • Membuka program magang terstruktur, memberikan pengalaman kerja nyata di lapangan.
  • Menfasilitasi mentoring oleh profesional berpengalaman untuk mengasah soft skills.

Strategi Membangun Soft Skills di Kalangan Gen Z

Beberapa langkah praktis yang dapat diadopsi institusi pendidikan dan perusahaan antara lain:

  • Integrasi mata kuliah kewirausahaan dan kepemimpinan dalam kurikulum.
  • Pemberian tugas kelompok lintas disiplin untuk melatih kolaborasi.
  • Penyediaan kegiatan ekstrakurikuler seperti debat, debat publik, dan simulasi bisnis.
  • Evaluasi soft skills dalam penilaian akhir sertifikasi atau ujian nasional.
  • Penerapan metode pembelajaran blended learning untuk menyeimbangkan teori dan praktik.

Masa Depan Gen Z dan Angkatan Kerja Indonesia

Melihat potensi besar dan tantangan nyata, kesuksesan Gen Z di dunia kerja memerlukan sinergi antara:

  • Pemerintah, dengan regulasi yang mendorong pengembangan soft skills di sekolah.
  • Perusahaan, yang menyediakan jalur karir terbuka dan program pengembangan karyawan.
  • Institusi pendidikan, yang memperbaharui kurikulum sesuai kebutuhan industri terkini.

Dengan kolaborasi ini, Generasi Z akan siap menghadapi perubahan cepat di era digital, sekaligus menjadi kekuatan pendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.