Latar Belakang Eskalasi Serangan di Gaza City
Pada Sabtu dini hari, 13 September 2025, tentara Israel meningkatkan intensitas serangan udara terhadap kawasan Gaza City. Operasi militer ini terjadi di tengah konflik panjang antara Israel dan Hamas yang pecah sejak 7 Oktober 2023. Menurut laporan AP News, Angkatan Udara Israel menuduh kelompok Hamas memanfaatkan bangunan sipil sebagai basis pengawasan dan peluncuran serangan, sehingga sejumlah gedung tinggi di pusat kota menjadi target utama.
Skala dan Lokasi Serangan Udara
- Serangan berlangsung di beberapa titik strategis di Gaza City, termasuk Sheikh Radwan yang menjadi episentrum gelombang serangan terbaru.
- Salah satu ledakan terbesar menghancurkan sebuah rumah bertingkat, meratakan bangunan dan menewaskan 10 anggota satu keluarga sekaligus.
- Gedung-gedung tinggi lainnya juga dibombardir, menimbulkan kepulan asap hitam yang terlihat dari berbagai sudut kota.
Menurut militer Israel, sasaran menyerang bangunan tersebut karena dugaan aktivitas koordinasi militer Hamas di dalamnya. Namun, pembiaran lokasi-lokasi sipil yang padat penduduk menimbulkan kekhawatiran akan tingginya korban warga tidak bersalah.
Korban Jiwa dan Penanganan Medis
Data dari Rumah Sakit Shifa, fasilitas medis terbesar di Gaza, mencatat sedikitnya 32 orang tewas akibat serangan ini. Dari jumlah tersebut, 12 di antaranya adalah anak-anak. Petugas medis melaporkan kondisi berikut:
- Korban luka ringan hingga berat terus berdatangan, sebagian mengalami cedera parah pada kepala dan dada.
- Jenazah korban diangkut dengan ambulans dan kendaraan darurat menuju RS Shifa, menimbulkan antrean panjang di depan instalasi forensik.
- Tenaga medis kewalahan karena keterbatasan persediaan obat dan peralatan operasi.
Kementerian Kesehatan Gaza sebelumnya telah memperingatkan bahwa situasi rumah sakit semakin kritis, khususnya setelah banyak fasilitas hancur atau kehilangan pasokan listrik.
Perintah Evakuasi dan Dampak Pengungsian
Militer Israel kembali menyerukan evakuasi terhadap warga setempat, meminta mereka meninggalkan Gaza City dan bergerak ke selatan menuju zona “kemanusiaan”. Jurubicara militer, Avichay Adraee, mengklaim lebih dari 250.000 orang telah mengungsi. Namun, PBB mencatat jumlah pengungsi hanya sekitar 100.000 jiwa antara pertengahan Agustus hingga pertengahan September 2025.
- Rute evakuasi menuju kamar-kamar penampungan selatan makin sesak, karena kapasitas terbatas dan infrastruktur jalan yang rusak.
- Banyak keluarga tidak mampu membayar biaya transportasi, sehingga terpaksa berjalan kaki, meningkatkan risiko kesehatan dan keselamatan.
- Bantuan PBB berupa tenda dan logistik darurat masih terhambat izin masuk, mengakibatkan 86.000 unit bantuan tertahan di perbatasan.
Pengungsi yang tiba di wilayah selatan melaporkan kekurangan air minum, makanan, dan tempat tidur darurat. Kondisi ini memicu kekhawatiran krisis kemanusiaan yang semakin parah.
Krisis Kemanusiaan: Kelaparan dan Malnutrisi
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan bahwa tujuh orang, termasuk anak-anak, meninggal akibat malnutrisi dalam 24 jam terakhir. Sejak perang meletus, total korban tewas akibat kelaparan telah mencapai 420 orang, 145 di antaranya anak-anak.
- Kerusakan jaringan distribusi pangan membuat harga bahan pokok meroket, sementara daya beli penduduk menurun drastis.
- Organisasi kemanusiaan memperingatkan bahwa situasi malnutrisi akut bisa memicu wabah penyakit menular.
- Banyak balita mengalami pertumbuhan terhambat (stunting) akibat kekurangan gizi selama berminggu-minggu konflik.
Kondisi Infrastruktur dan Akses Bantuan
Gaza City kini dipenuhi puing-puing gedung dan jalanan rusak akibat rudal. Jaringan listrik padam sebagian besar hari, menghambat operasi rumah sakit dan pompa air. Lebih dari 90 persen bangunan besar di kota ini mengalami kerusakan parah. Beberapa poin penting:
- Jalan utama tertutup reruntuhan, memperlambat distribusi bantuan medis dan pangan.
- Stasiun pengisian bahan bakar hancur, membuat suplai generator darurat sulit dioperasikan.
- Rumah warga rusak atau rata dengan tanah, memicu gelombang tunawisma baru.
Respons Komunitas Internasional
Berbagai negara dan lembaga menyoroti tragedi ini:
- PBB menyerukan gencatan senjata sementara demi akses bantuan kemanusiaan yang aman.
- Uni Eropa mempertimbangkan sanksi terhadap pelaku pelanggaran HAM dalam konflik ini.
- Negara-negara Arab mengutuk serangan udara dan mendesak dialog perdamaian segera.
Namun, implementasi resolusi PBB sulit dipastikan, mengingat situasi di lapangan yang masih memanas dan minat politik global yang terbagi.
Tantangan ke Depan dan Permintaan Aksi Cepat
Warta Express mencatat sejumlah rekomendasi untuk meredam krisis:
- Percepatan izin akses bagi badan kemanusiaan untuk memasok tenda, obat-obatan, dan makanan instan.
- Pengamanan rute evakuasi untuk melindungi warga sipil dari kekerasan lebih lanjut.
- Negosiasi gencatan senjata lokal guna memberikan waktu bagi pemulihan infrastruktur vital.
Tanpa langkah konkret segera, korban jiwa dan penderitaan warga Gaza City diperkirakan akan terus bertambah, menambah catatan kelam dalam sejarah konflik Israel-Palestina.