Isu kerusakan lingkungan di Sumatra dan bencana yang terjadi belakangan ini memicu perdebatan sengit: apakah pemerintahan saat ini sepenuhnya bertanggung jawab? Menurut pakar lingkungan Mahawan Karuniasa, jawaban singkatnya tidak. Kerusakan alam yang memicu banjir dan longsor adalah persoalan berlapis yang terbentuk selama puluhan tahun—bahkan sejak era Orde Baru—dan tidak bisa dibebankan hanya pada pejabat yang baru menjabat. Namun penjelasan ini bukan pembebasan tanggung jawab mutlak bagi pemerintah; melainkan ajakan untuk menilai masalah secara menyeluruh dan berimbang.
Kerusakan lingkungan: persoalan historis dan struktural
Mahawan menekankan bahwa praktik-praktik destruktif seperti pembalakan liar, perizinan yang disalahgunakan, dan korupsi di sektor sumber daya alam telah berlangsung lama. Banyak izin hutan yang diterbitkan dan diperjualbelikan sejak masa lampau, sehingga konsekuensi ekologisnya baru tampak sekarang dalam bentuk aliran kayu gelondongan yang terbawa banjir serta menurunnya fungsi ekosistem hulu. Oleh sebab itu, menuduh kabinet saat ini sebagai satu-satunya biang kerok mengabaikan dimensi historis dan peran aktor lain—termasuk swasta dan masyarakat lokal.
Tanggung jawab bersama: peran pemerintah, swasta, dan masyarakat
Walaupun bukan penyebab tunggal, pemerintah tetap memiliki tanggung jawab utama untuk mengendalikan kerusakan lingkungan. Mahawan menyoroti beberapa tugas prioritas yang harus segera dijalankan oleh Kementerian Kehutanan dan pemangku kebijakan terkait:
Selain itu, peran swasta tidak bisa diabaikan: perusahaan-perusahaan pemegang izin harus dipastikan bertanggung jawab—baik secara hukum maupun lingkungan—atas praktik operasional mereka. Masyarakat lokal juga memiliki peran dalam menjaga kawasan hulu melalui inisiatif konservasi dan pelibatan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Langkah konkret yang sedang ditempuh
Kasus kayu gelondongan yang muncul pascabanjir kini menjadi fokus penyelidikan. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni telah melakukan koordinasi dengan Kapolri untuk mempercepat pengungkapan asal-usul kayu tersebut. Pendekatan terpadu antara Kementerian Kehutanan dan Polri diharapkan dapat menelusuri jalur pasokan, mengidentifikasi pelaku ilegal, dan menindak sesuai hukum yang berlaku. Kerja sama antar-institusi ini menjadi contoh penting bagaimana penegakan hukum harus berjalan paralel dengan kebijakan konservasi.
Perlu audit izin dan transparansi data
Salah satu rekomendasi penting dari para ahli adalah melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh izin kehutanan—apakah perusahaan benar-benar beroperasi sesuai ketentuan, apakah peta izin sesuai kondisi di lapangan, serta apakah ada praktik pertambangan atau ekstraksi yang menyalahi aturan. Transparansi data perizinan dan akses publik terhadap informasi tersebut akan membantu mengurangi praktik penjualan izin ilegal dan memudahkan pengawasan masyarakat sipil.
Imbas kebijakan terhadap penanganan bencana
Kondisi kawasan hulu yang rusak memperbesar risiko terjadinya banjir bandang dan longsor. Oleh karena itu, upaya mitigasi bencana harus melibatkan pemulihan fungsi lahan: reboisasi, restorasi ekosistem gambut, serta penguatan tata guna lahan. Kecepatan respons darurat penting, tetapi tanpa langkah jangka panjang untuk merehabilitasi ekosistem, siklus bencana akan berulang.
Pesan Mahawan: keseimbangan antara kritik dan solusi
Mahawan mengajak publik untuk tidak hanya mencari kambing hitam tunggal, tetapi juga untuk mendorong tindakan nyata. Kritik terhadap kebijakan atau pejabat itu sah—tetapi lebih produktif jika diikuti dorongan untuk audit, reformasi perizinan, dan penegakan hukum yang konsisten. Di sisi lain, praktik baik dari masyarakat dan sektor swasta harus diapresiasi dan diperluas.
Apa yang harus dipantau ke depan?
Pembicaraan soal penyebab kerusakan lingkungan dan tanggung jawabnya harus tetap berada pada ranah fakta dan langkah-langkah perbaikan. Menyalahkan sepihak tidak menyelesaikan masalah; tindakan terkoordinasi, audit transparan, dan pendekatan hukum yang tegaslah yang akan menentukan apakah bencana serupa bisa dikurangi di masa depan.
