WartaExpress

Remaja Terpapar Radikalisme Online – Ini Peran Krusial Semua Pihak yang Sering Terlewat!

Kasus penangkapan MAS, remaja 18 tahun yang diduga mengelola kanal propaganda pro-ISIS di Gowa, Sulawesi Selatan, kembali mengingatkan kita bahwa radikalisme online kini menembus batas usia. Densus 88 Antiteror Polri menangkap MAS pada Sabtu, 24 Mei 2025, setelah terbukti menyebarkan ajakan bom bunuh diri melalui aplikasi perpesanan. Sontak, publik mempertanyakan bagaimana anak muda bisa terjerat dalam narasi intoleransi dan kekerasan ekstremis.

Perubahan pola pelaku terorisme

Menurut Dr. Darmansjah Djumala, anggota Kelompok Ahli Bidang Kerja Sama Internasional BNPT, tren terorisme di Indonesia telah bergeser drastis. “Dulu, pelaku teror umumnya laki-laki dewasa yang telah lama terpapar ideologi kekerasan. Kini, remaja dan bahkan perempuan menjadi sasaran potensial,” tegas Djumala. Transformasi ini memunculkan sejumlah tantangan baru:

Urgensi peran masyarakat dalam melawan radikalisme

Djumala menegaskan bahwa penegakan hukum saja tidak cukup untuk mencegah radikalisasi anak muda. Masyarakat, mulai dari orang tua, guru, tokoh agama, hingga operator platform digital, harus bersinergi untuk menutup celah propaganda. Strategi yang direkomendasikan BNPT mencakup tiga pilar utama:

Karakteristik saluran propaganda digital

MAS diduga mengelola kanal WhatsApp sejak Desember 2024. Kanal tersebut memuat diskusi ekstrem tentang bom bunuh diri dan pujian terhadap aksi teror kelompok ISIS. Beberapa ciri khas propaganda digital yang digunakan pelaku antara lain:

Tanggung jawab semua pihak

Untuk menahan laju radikalisasi remaja, setiap elemen masyarakat memiliki peran krusial:

Langkah antisipatif di ruang digital dan nyata

BNPT juga menekankan pentingnya narasi tandingan yang konstruktif di berbagai medium:

Membangun ketahanan masyarakat

Dengan memadukan pendekatan public awareness, public engagement, dan stakeholders collaboration, diharapkan ketahanan masyarakat terhadap narasi radikal dapat ditingkatkan. Membangun semangat kebersamaan, penguatan nilai Pancasila, serta sinergi antara tenaga pendidik, tokoh agama, dan aparat keamanan adalah kunci untuk mencegah generasi muda terperangkap dalam propaganda kekerasan.

Penangkapan MAS menjadi peringatan bahwa ancaman radikalisme online terus berevolusi. Hanya dengan langkah terpadu dan sinergis dari seluruh lapisan masyarakat, Indonesia dapat menghentikan penyebaran intoleransi dan kekerasan sebelum sempat merusak masa depan generasi muda.

Exit mobile version