Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Moch Reza Chalid (MRC), yang dikenal luas sebagai “The Gasoline Godfather”, sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan minyak mentah dan produk BBM di PT Pertamina Subholding serta KKKS periode 2018–2023. Langkah ini menambah daftar tersangka pada “kloter” ketiga setelah sebelumnya Kejagung mengumumkan 7 tersangka pada 25 Februari dan 2 tersangka pada 26 Februari 2025.
Perkembangan Penetapan Tersangka
Dengan masuknya nama Riza Chalid, total tersangka dalam kasus ini sudah mencapai 18 orang, terdiri atas pejabat Pertamina dan mitra swasta. Berikut rangkuman kloter penetapan tersangka:
- Kloter I (25 Februari 2025): 7 tersangka pertama.
- Kloter II (26 Februari 2025): 2 tersangka tambahan—dengan kerugian negara diperkirakan Rp 193,7 triliun.
- Kloter III (11 Juli 2025): Penetapan Moch Reza Chalid, dengan kasus kontrak terminal BBM PT Orbit Terminal Merak–Pertamina Patra Niaga, merugikan negara Rp 2,9 triliun.
Penetapan Riza Chalid sebagai tersangka korupsi kontrak terminal BBM ini mendapat sorotan karena melibatkan raksasa BUMN migas dan perusahaan swasta besar. Besarnya nilai kerugian membuat publik menuntut hasil penyidikan yang tuntas dan transparan.
Respons dan Harapan CERI
Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) melalui Direktur Eksekutif Yusri Usman memberikan apresiasi kepada Kejagung:
- “Kami mengapresiasi Kejagung atas penetapan MRC sebagai tersangka. Langkah ini menunjukkan komitmen penegak hukum untuk menguak tuntas korupsi di sektor energi,” ujar Yusri.
- CERI menegaskan bahwa penetapan status tersangka tidak tergantung pada keberadaan pelaku, baik di Singapura, Kuala Lumpur, atau tempat lain, karena negara berkewajiban menghadirkan tersangka untuk mempertanggungjawabkan perbuatan.
Yusri juga meminta penjelasan resmi soal kabar buram yang beredar pada 10 Juli 2025 terkait dugaan pencabutan status tersangka mantan Dirut Pertamina (NW) oleh jaksa agung. Menurutnya, klarifikasi diperlukan agar publik memahami proses hukum dan tidak terjebak isu liar yang bisa merusak niat baik penyidikan.
Isu Pencabutan Status Tersangka Mantan Dirut NW
Beredar informasi bahwa petugas Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung sempat menjemput mantan Dirut Pertamina NW dari RS Medistra untuk diperiksa, namun gagasan pimpinan diduga mengusulkan pencabutan status tersangka NW. CERI menyoroti:
- Perlunya kejelasan resmi dari Kejagung mengenai kebenaran isu tersebut.
- Dampak kabar simpangsiur terhadap kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
- Keseriusan penegakan hukum harus terjaga agar upaya mengungkap korupsi migas tidak terhambat oleh kepentingan politik atau oknum tertentu.
Penjelasan ini dinilai penting agar masyarakat melihat bahwa proses penyidikan berjalan sesuai prosedur tanpa intervensi yang merugikan transparansi.
Penerapan Pasal TPPU dan Maximalkan Pemulihan Aset
Yusri mengingatkan agar Kejagung tidak hanya menerapkan pasal korupsi, tetapi juga memberlakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk semua tersangka. Dengan langkah ini, beberapa manfaat dapat diperoleh:
- Memaksimalkan pengembalian kerugian negara: Aset hasil korupsi dapat dibekukan dan dikembalikan melalui mekanisme penuntutan TPPU.
- Memberikan efek jera: Ancaman pidana tambahan dan penyitaan aset membuat pelaku korupsi berpikir dua kali sebelum menyalahgunakan wewenang.
- Menegakkan rasa keadilan: Korban berupa masyarakat konsumen BBM pantas mendapatkan kepastian hukum bahwa negara mampu bertindak tegas.
Menurut Yusri, dugaan korupsi sudah terbukti bersifat sistemik, terstruktur, dan masif—sehingga penerapan TPPU menjadi kunci untuk membongkar seluruh jaringan pelaku dan menikmati hasil kejahatan mereka.
Langkah Kejagung Selanjutnya
Untuk memastikan penyidikan berjalan lancar, Kejagung diharapkan melakukan:
- Pemeriksaan mendalam: Menghadirkan tersangka dan saksi kunci termasuk pihak KKKS dan manajemen subholding Pertamina.
- Koordinasi antar lembaga: Sinergi dengan BPK RI untuk menghitung angka kerugian dan dengan Kepolisian untuk mengusut aset di luar negeri.
- Transparansi publik: Memberikan ringkasan tahapan penyidikan dan hasil penetapan tersangka secara berkala guna menjaga kredibilitas.
Publik menaruh harapan besar agar Kejagung tidak berhenti pada Riza Chalid, melainkan terus membongkar kasus kloter berikutnya hingga tuntas. Setiap tokoh yang terlibat—mulai level direksi hingga kontraktor—harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di ranah hukum.