Semangat Pembebasan di Festival Seni Multatuli Ini Bakal Bikin Anda Merinding!

Semangat Pembebasan Menggema di Alun-alun Rangkasbitung

Festival Seni Multatuli (FSM) 2025 resmi dibuka pada Jumat malam, 19 September 2025, di Alun-alun Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten. Acara yang digagas untuk memperingati kehadiran Museum Multatuli sejak 2018 ini hadir dengan tema “Orang-Orang Baru dari Banten”. Bonnie Triyana, anggota DPR RI Komisi X daerah pemilihan Banten I, menegaskan bahwa festival bukan untuk mengultuskan tokoh Multatuli, melainkan sebagai wadah menghidupkan semangat kebebasan, anti-penindasan, dan pemberdayaan masyarakat kecil.

Festival sebagai Ruang Kolaborasi Lintas Generasi

Berbeda dari pertunjukan seni pada umumnya, FSM 2025 berfungsi sekaligus sebagai ruang diskusi dan eksperimen budaya. Bonnie Triyana menuturkan bahwa kolaborasi antara seniman muda dan senior adalah inti festival:

  • Menghadirkan opera “Sa’ijah dan Adinda” karya Ananda Sukarlan, yang sejak 2018 membuka dialog baru tentang tradisi dan modernitas.
  • Penampilan Once Mekel yang beradu vokal dengan paduan suara pelajar Rangkasbitung, menautkan sejarah perjuangan dengan jiwa anak muda.
  • Workshop menulis puisi ’Pasca-Multatuli’ bersama penyair lokal untuk menggali rasa kebebasan dalam sastra kontemporer.

Latar Belakang dan Tujuan FSM 2025

Sejak berdirinya Museum Multatuli, masyarakat Lebak dan Pandeglang membutuhkan momen untuk merawat narasi sejarah tanpa terjebak pada kultus figur. Bonnie Triyana memaparkan tujuan festival:

  • Mengangkat warisan Multatuli sebagai simbol perlawanan terhadap segala bentuk penindasan.
  • Mendorong partisipasi aktif warga dalam pelestarian budaya lokal dan sejarah.
  • Menciptakan ruang bagi artis dan budayawan untuk bereksperimen, sehingga karya baru dapat merembet ke panggung nasional.

Agenda Utama Selama Tiga Hari

FSM 2025 berlangsung dari 19 hingga 21 September 2025 dengan beragam rangkaian acara:

  • Prosesi Ngarengkong bersama 300 warga Kasepuhan Banten Kidul sebagai simbol gotong royong budaya.
  • Simposium “Sastra Hindia Belanda dan Kita” mengundang akademisi untuk menelaah relevansi karya sastra Hindia Belanda dengan kondisi sosial saat ini.
  • Tur Jejak Multatuli mengajak peserta menyusuri peninggalan sejarah di kawasan Patung Multatuli dan bekas kantor pemerintahan kolonial.
  • Pemutaran film dokumenter “Setelah Multatuli Pergi” karya Arjan Onderdenwinjgaard di pelataran Museum Multatuli.

Dukungan Pemerintah dan Tokoh Daerah

Kolaborasi FSM 2025 dengan program Semarak Budaya Kementerian Kebudayaan RI menunjukkan pengakuan resmi atas potensi Lebak sebagai pusat budaya. Kehadiran poni tokoh juga menegaskan hal ini:

  • Bupati Lebak Moch. Hasbi Asyidiki Jayabaya menyatakan dukungan penuh atas inisiatif ini sebagai bagian dari upaya menumbuhkan pariwisata budaya.
  • Ketua DPRD Kabupaten Lebak Dr. Juwita dan Ketua DPRD Pandeglang H. Agus Umam hadir untuk mempererat sinergi legislatif-daerah.
  • Direktur Sejarah dan Permuseuman Kementerian Kebudayaan Prof. Dr. Agus Mulyana memberikan apresiasi bagi inovasi narasi sejarah lokal.

Suara Seniman dan Harapan Publik

Para pelaku seni yang terlibat menyambut antusias kesempatan ini sebagai pintu masuk karya mereka ke panggung yang lebih luas. Seniman teater Butet Kartaredjasa, misalnya, menyoroti peran Festival Seni Multatuli dalam memperkuat identitas Lebak:

  • “Rangkasbitung layak disebut Kota Kebudayaan karena warga di sini tak hanya menampilkan seni, tapi juga memahami makna kemanusiaan di baliknya,” ujar Butet sebelum membacakan puisi klasik.
  • Kelompok musik tradisional Banten dan band indie lokal siap berkolaborasi dalam pertunjukan penutup, menggabungkan gending tradisi dan elemen elektronik kontemporer.

Respons Masyarakat dan Kesadaran Sejarah

Masyarakat sekitar tampak antusias mengunjungi stan-stan pameran UMKM dan tokoh sejarah di museum. Pelajar SMA turut serta sebagai pemandu tur sejarah, membagikan cerita perjuangan rakyat kecil yang terdokumentasi dalam jurnal-jurnal Multatuli. Kegiatan ini diharapkan menumbuhkan kesadaran kolektif:

  • Menghargai warisan budaya tanpa mengabaikan konteks sosial.
  • Memakai seni sebagai medium edukasi dan refleksi sejarah.
  • Memberi ruang bagi generasi muda untuk berkreasi sambil mempertahankan akar budaya.

Partisipasi Lintas Komunitas

FSM 2025 tidak membatasi diri pada kalangan seniman profesional. Berbagai komunitas, seperti teater warga, sanggar tari remaja, hingga kelompok fotografi jalanan, aktif menyelenggarakan workshop dan diskusi. Tujuannya untuk memastikan festival ini menjadi milik bersama, bukan hanya acara elit. Agenda komunitas meliputi:

  • Pelatihan dasar teater keluarga yang dipandu seniman lokal.
  • Kelas menulis kreatif dengan tema “Suara Rakyat Banten” untuk warga umum.
  • Workshop fotografi dokumenter sejarah kampung bersama fotografer nasional.

Langkah Berikutnya

Setelah rangkaian tiga hari, panitia FSM akan menyusun rekomendasi kebijakan budaya untuk disampaikan kepada pemerintah daerah dan pusat. Harapannya, nilai-nilai kebebasan dan solidaritas yang dihidupkan Festival Seni Multatuli dapat diimplementasikan dalam program-program pembangunan budaya jangka panjang di Banten dan Indonesia.