WartaExpress

Tempe Dijual ke Dunia? Menbud Targetkan Pengakuan UNESCO 2026 yang Bisa Mengubah Nasib Industri Lokal

Upaya Pemerintah: Tempe Masuk Warisan Budaya Takbenda Dunia UNESCO pada 2026

Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menegaskan komitmen pemerintah untuk mendorong pengakuan Budaya Tempe sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia oleh UNESCO pada 2026. Pengajuan resmi telah diajukan sejak akhir Maret 2024 dan kini pemerintah berharap proses penilaian internasional membuahkan hasil positif tahun depan. Pernyataan ini disampaikan Fadli Zon saat membuka Festival Budaya Tempe: Warisan Hidup dari Indonesia untuk Dunia di Jakarta pada Minggu, 21 Desember 2025.

Mengapa tempe layak diajukan ke UNESCO?

Pengajuan Tempe sebagai warisan takbenda tidak semata soal makanan, melainkan menghargai sebuah praktik budaya yang memadukan pengetahuan tradisional, nilai sosial, dan kearifan lokal. Proses fermentasi tempe merupakan hasil adaptasi masyarakat terhadap kondisi lingkungan dan bahan baku lokal, sehingga mencerminkan prinsip keberlanjutan pangan. Selain itu, produksi tempe tradisional kerap melibatkan kerja komunitas—sebuah wujud gotong royong yang kuat dalam budaya Indonesia.

Dimensi budaya, nutrisi, dan lingkungan

Pengakuan internasional terhadap tempe akan menegaskan tiga dimensi penting: budaya, gizi, dan keberlanjutan lingkungan. Dari segi gizi, tempe dikenal sebagai sumber protein nabati berkualitas tinggi yang relevan dalam pergeseran global menuju pola makan lebih berkelanjutan. Dari segi lingkungan, produksi tempe umumnya memiliki jejak karbon rendah dan memanfaatkan bahan baku lokal, sesuai dengan tren pangan ramah lingkungan. Sebagai warisan budaya, tempe merepresentasikan identitas kuliner Indonesia yang berkembang secara turun-temurun.

Manfaat pengakuan UNESCO bagi tempe dan pelaku lokal

Penetapan oleh UNESCO berpotensi membuka banyak peluang: memperluas pengenalan tempe sebagai “superfood” global, meningkatkan nilai ekonomi bagi produsen lokal, dan mendorong dukungan pelestarian praktik tradisional. Fadli Zon menekankan bahwa pengakuan akan mendorong program pelindungan, pengembangan kapasitas pelaku usaha tempe, dan kerjasama lintas sektor—termasuk penyediaan bahan baku yang berkelanjutan serta peningkatan kualitas produksi.

Strategi penguatan kandidat tempe

Untuk memastikan peluang lolos penilaian UNESCO, Indonesia mengajukan dokumen nominasi yang memuat praktik budaya, pengetahuan tradisional, dan peran komunitas dalam menjaga kesinambungan tempe. Festival Budaya Tempe menjadi bagian strategi publik untuk membangun dukungan kolektif, sekaligus sarana edukasi bagi masyarakat urban dan generasi muda tentang nilai budaya di balik makanan sehari-hari.

Tantangan dan langkah yang perlu diperkuat

  • Standarisasi praktik tradisional tanpa menghilangkan ragam lokal: perlu keseimbangan antara pelestarian otentisitas dan penjaminan mutu untuk pasar luas.
  • Keberlanjutan rantai pasok: memastikan ketersediaan bahan baku (kedelai, inokulan, dll.) yang terjangkau dan ramah lingkungan.
  • Pemberdayaan komunitas: program pelatihan, akses pembiayaan mikro, dan pendampingan bisnis untuk produsen tempe skala kecil.
  • Dokumentasi dan riset: melengkapi nominasi dengan bukti ilmiah tentang teknik fermentasi, variasi regional, dan nilai sosial ekonomi produksi tempe.
  • Peran festival dan edukasi publik

    Festival Budaya Tempe yang digelar di Jakarta berfungsi ganda: sebagai ajang promosi dan sebagai bukti keterlibatan publik yang kuat—salah satu elemen penting dalam penilaian UNESCO. Kegiatan ini menggabungkan pameran, demo pembuatan tempe, diskusi ilmiah, serta edukasi gizi untuk meningkatkan apresiasi masyarakat luas. Partisipasi aktif berbagai komunitas pembuat tempe menunjukkan bahwa wacana pelestarian bukanlah inisiatif top-down semata, melainkan gerakan kolektif.

    Potensi ekonomi dan diplomasi budaya

    Selain aspek kultural, pengakuan tempe oleh UNESCO dapat menjadi alat diplomasi kuliner Indonesia. Pengenalan tempe di kancah internasional berpotensi meningkatkan ekspor produk olahan berbasis kedelai, menarik investasi pada sektor makanan sehat, dan memperkuat citra Indonesia sebagai pusat kuliner tradisional yang inovatif. Ini juga membuka peluang penyusunan program pengembangan UKM tempe yang terintegrasi dengan pariwisata dan perdagangan internasional.

    Rekomendasi kebijakan untuk memastikan keberhasilan

  • Memformalkan program dukungan: subsidi bahan baku, akses kredit mikro, dan program sertifikasi untuk produsen tempe.
  • Menjalin kolaborasi riset: antara perguruan tinggi, lembaga riset, dan komunitas untuk mendokumentasikan teknik fermentasi tradisional.
  • Kampanye publik berkelanjutan: edukasi gizi dan promosi internasional yang menempatkan tempe sebagai ikon kuliner berkelanjutan.
  • Penguatan kapasitas birokrasi: tim nasional yang fokus pada persiapan dokumen nominasi dan pemenuhan kriteria UNESCO.
  • Indikator keberhasilan yang harus dipantau

  • Tingkat keterlibatan komunitas pembuat tempe dalam program pelestarian.
  • Ketersediaan data ilmiah dan dokumentasi praktik pembuatan tempe.
  • Peningkatan pendapatan pelaku usaha tempe skala kecil setelah program dukungan.
  • Respon dunia internasional dan adaptasi tempe dalam pola konsumsi global.
  • Pengajuan Tempe ke UNESCO bukan sekadar usaha administrasi; ia merupakan upaya strategis memperteguh identitas budaya Indonesia di panggung dunia sambil mendorong pembangunan ekonomi lokal dan keberlanjutan pangan. Penetapan pada 2026 akan menjadi tonggak penting—bukan akhir proses, melainkan awal program pelestarian dan pengembangan yang berkelanjutan bagi warisan hidup Indonesia ini.

    Exit mobile version