Latar Belakang Permasalahan Limbah Tahu di Jombang
Kabupaten Jombang selama ini dikenal sebagai sentra industri tahu, dengan lebih dari 88 pabrik rumahan yang tersebar di Kecamatan Jogoroto. Setiap harinya, mereka membutuhkan pasokan kedelai rata-rata 84 ton untuk diolah menjadi tahu. Namun proses produksi ini menghasilkan limbah cair dalam jumlah besar, yakni sekitar 1.260 m³ per hari (setara 1.260.000 liter), dengan kadar Biological Oxygen Demand (BOD) hingga 4.200 kilogram per hari.
Tanpa sistem pengelolaan limbah yang memadai, air limbah tahu langsung dibuang ke sungai atau saluran irigasi, menyebabkan pencemaran air, kerusakan lahan pertanian, dan potensi gangguan kesehatan masyarakat. Bau tak sedap, warna air keruh, serta penurunan kualitas panen di lahan sawah menjadi keluhan sehari-hari warga. Kondisi ini memunculkan urgensi untuk menghadirkan solusi terpadu dalam pengelolaan limbah industri tahu.
Inisiatif “Kampung Pangan Bersinar” oleh PGN, KLHK, dan Pemda Jombang
Untuk mengatasi tantangan lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, Subholding Gas Pertamina, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Pemerintah Kabupaten Jombang untuk meluncurkan program “Kampung Pangan Bersinar” (Berwawasan Lingkungan, Higienis, dan Tenar). Program ini dirancang sebagai pilot project untuk menjadikan Jogoroto sebagai model industri tahu ramah lingkungan.
Menurut Direktur SDM dan Penunjang Bisnis PGN, Rachmat Hutama, kolaborasi ini tidak hanya berfokus pada pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal, tetapi juga mencakup pelatihan teknis bagi pelaku usaha, pendampingan manajemen limbah, dan sosialisasi praktik produksi bersih. Tujuannya, agar setiap pabrik tahu mampu mengelola limbahnya sesuai standar baku mutu lingkungan.
Pembangunan IPAL Komunal: Spesifikasi dan Kapasitas
IPAL komunal yang akan dibangun memiliki kapasitas menampung keseluruhan debit limbah tahu dari 88 pabrik, yaitu 1.260 m³ per hari. Proses pengolahan dirancang melalui beberapa tahap utama:
- Prasedimentasi untuk menurunkan padatan tersuspensi.
- Reaktor anaerobik yang memecah senyawa organik berbahaya dan mengurangi BOD secara langsung.
- Kolam oksidasi (aerasi) untuk mengoksidasi sisa senyawa organik dan menurunkan nilai BOD lebih lanjut.
- Klominator dan filtrasi untuk memisahkan lumpur hasil pengolahan sebelum limbah cair dilepas ke badan air.
Hasil uji awal menunjukkan proses ini mampu menekan kadar BOD dari 4.200 kg/hari menjadi hanya sekitar 960 kg/hari. Artinya, kualitas limbah yang dilepas akan sesuai dengan baku mutu air limbah, sehingga meminimalisir dampak negatif pada ekosistem sungai dan lahan pertanian di sekitar.
Dampak Lingkungan dan Sosial-Ekonomi
Pemberlakuan IPAL komunal dan program pendukung lainnya diperkirakan membawa banyak manfaat:
- Peningkatan Kualitas Air: Kanal-kanal irigasi dan sungai akan terbebas dari limbah berbahaya, mendukung kelangsungan ekosistem dan produktivitas pertanian.
- Kesehatan Masyarakat: Risiko gangguan pernapasan, kulit, dan penyakit pencernaan akibat kontaminasi air akan berkurang secara signifikan.
- Peningkatan Nilai Tambah Produk: Tahu Jogoroto yang diproses secara higienis dan berkelanjutan dapat memperoleh sertifikasi dan akses pasar premium, sehingga harga jual lebih tinggi.
- Penciptaan Lapangan Kerja: Proyek IPAL dan pendampingan teknis membutuhkan tenaga ahli, operator, dan supervisor lapangan, membuka peluang pekerjaan baru.
- Pemberdayaan Komunitas: Pelatihan manajemen limbah dan kewirausahaan akan meningkatkan kapasitas pelaku usaha kecil untuk berkembang secara mandiri.
Respons Pemangku Kebijakan
Bupati Jombang, Warsubi, menyatakan apresiasi atas inisiatif ini. Menurutnya, keberadaan IPAL komunal tidak hanya mengatasi masalah pencemaran, tetapi juga menjaga kelangsungan ribuan tenaga kerja yang menggantungkan hidup pada industri tahu. “Kami berterima kasih kepada KLHK dan PGN yang mendukung pembangunan IPAL ini. Dengan solusi terpadu, Jogoroto bisa menjadi contoh pusat tahu ramah lingkungan,” ujarnya.
Rachmat Hutama menegaskan komitmen PGN untuk terus melakukan monitoring kualitas air limbah dan memberikan pendampingan teknis berkelanjutan. “Investasi ini sejalan dengan visi PGN untuk berkontribusi pada ekonomi hijau (green economy) dan pemerataan kesejahteraan masyarakat di wilayah operasional,” jelasnya.
Langkah Selanjutnya dan Harapan Keberlanjutan
Setelah tahap pembangunan, fokus berikutnya adalah pelatihan operator IPAL, implementasi sistem pemantauan online, dan evaluasi berkala untuk menjamin kinerja maksimal. Pemerintah daerah juga berencana menggandeng lembaga riset perguruan tinggi, seperti Universitas Brawijaya, untuk meneliti optimalisasi proses dan potensi pemanfaatan lumpur IPAL sebagai bahan baku kompos.
- Penerapan sistem SCADA untuk monitoring kualitas air secara real-time.
- Audit lingkungan triwulanan oleh tim terpadu PGN, KLHK, dan Pemkab Jombang.
- Penguatan aturan sanksi bagi pabrik yang tidak mematuhi prosedur pengelolaan limbah.
Dengan sinergi antarlembaga dan dukungan masyarakat, Jombang diharapkan menjadi pionir industri tahu berkelanjutan di Indonesia, yang tidak hanya menghasilkan produk unggulan, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan warganya.