Latar Belakang Perseteruan Reza Gladys dan Nikita Mirzani
Kisruh antara dr. Reza Gladys dan artis Nikita Mirzani kembali memanas menjelang sidang lanjutan pekan lalu. Awalnya, perseteruan ini dipicu oleh unggahan media sosial yang menuduh dr. Reza menjual “produk berbahaya” tanpa izin resmi. Tudingan tersebut viral dan menciptakan stigma negatif terhadap reputasi klinik kecantikan milik dr. Reza.
Di pihak Nikita Mirzani, ia sempat menyematkan label ‘scammer’ dan ‘tidak bertanggung jawab’ kepada dr. Reza melalui akun Instagram. Tuduhan ini membuat dr. Reza mengambil langkah hukum dengan melaporkan Nikita ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik. Pada persidangan sebelumnya, keduanya saling lempar bukti dan saksi.
Reza Gladys sebagai Saksi Kunci di Sidang
Pada Kamis, 24 Juli 2025, dr. Reza Gladys tampil sebagai saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam kesaksiannya, ia menegaskan bahwa tuduhan Nikita Mirzani tidak berdasar dan disebarkan oleh pihak ketiga yang memiliki kepentingan tertentu. “Saya hadir langsung di sidang, bukan bermeditasi di Instagram,” ujarnya menanggapi cemoohan yang menyebutnya pengecut.
Lebih jauh, dr. Reza mengungkap bahwa ada oknum dokter lain—yang ia sebut sebagai “dokter O”—yang meminta Nikita untuk menghentikan bully melalui tekanan dan intimidasi. Bahkan, tertuduh memerintahkan agar dr. Reza “membayar” agar isu menghilang. “Saya tidak takut, saya menunggu proses hukum berjalan. Semua bukti sudah saya sampaikan,” tegas dr. Reza di depan majelis hakim.
Kronologi Kesaksian dan Fakta Produk
Dalam persidangan, dr. Reza membeberkan detail produk treatment yang diklaim berbahaya. Menurutnya:
- Produk tersebut sebenarnya adalah rangkaian treatment berbasis bahan yang sudah terdaftar di BPOM dan Kemenkes RI sejak awal 2024.
- Rangkaian treatment itu sudah dihentikan produksi dan penjualannya sebelum kasus ini mencuat.
- Tuduhan penjualan produk ilegal digunakan hanya untuk membentuk opini publik negatif.
Majelis hakim tercengang ketika dr. Reza memamerkan dokumen registrasi BPOM dan surat penghentian distribusi treatment. Pihak penggugat—Nikita Mirzani—hingga kini belum dapat membantah data resmi tersebut.
Peran “Dokter Detektif” dan Dugaan Pemerasan
Tak hanya mengungkap tuduhan produk, dr. Reza juga menyinggung keterlibatan dr. Samira—dikenal sebagai “dokter detektif”—yang konon membantu oknum dokter O dalam memerasnya. Ia menyatakan bahwa dr. Samira sempat mendesak agar dana diserahkan untuk menenangkan situasi. “Saya tidak mau terjebak dalam permainan intimidasi,” kata dr. Reza.
Majelis hakim kemudian meminta klarifikasi dr. Samira melalui pemanggilan tambahan. Hal ini menandakan bahwa persidangan akan memasuki babak penelusuran saksi kunci lain sebelum putusan akhir.
Strategi Hukum dan Sikap Sabar dr. Reza
Sejak awal kasus terbuka, dr. Reza memilih tidak berdebat di media sosial untuk mencegah eskalasi tuduhan. Bersama suaminya, dr. Attaubah Mufid, ia lebih banyak mendiamkan pernyataan pedas agar tidak menambah sensasi. Strategi ini diakuinya efektif dalam menghadapi tekanan publik. “Kami diam bukan karena takut, tetapi kami percaya hukum akan membuktikan siapa yang benar,” ujarnya.
Dalam sidang, kuasa hukum dr. Reza memfokuskan pembelaan pada bukti administratif dan testimoni saksi-saksi yang memverifikasi legalitas treatment. Dokumen BPOM dan surat penghentian distribusi dijadikan fondasi utama untuk menepis semua tuduhan Nikita.
Dinamika Opini Publik dan Media Sosial
Publik Indonesia terbelah dalam menyikapi kasus ini. Sebagian netizen mendukung dr. Reza karena data resmi, namun sejumlah pendukung artis tetap mengkritik keras langkah hukum yang dinilai “berbelit.” Di Instagram, tagar #SaveDrReza sempat trending saat dr. Reza mengunggah cuplikan sidang.
Di sisi lain, pendukung Nikita Mirzani juga menyiapkan sudut pandang tandingan, menyoroti rekam jejak artis yang dituduh terbiasa mencari sensasi. Situasi ini membuat media sosial menjadi ladang kampanye opini terkait kredibilitas kedua pihak.
Langkah Selanjutnya dalam Persidangan
Pekan depan, majelis akan memanggil beberapa saksi tambahan, termasuk dr. Samira dan pihak yang disebut sebagai “dokter O.” Agenda persidangan juga akan mencakup verifikasi lanjutan dokumen BPOM, laporan tes laboratorium, serta kesaksian ahli forensik bidang kosmetika.
Setelah semua saksi dan bukti dihadirkan, majelis hakim dijadwalkan membacakan putusan sekitar akhir Agustus 2025. Hasil putusan ini diperkirakan akan menjadi preseden penting bagi sengketa hukum antara tenaga medis dan publik figur di Indonesia.