Terungkap! Prabowo Sebut Kapitalisme Murni Picu Kesenjangan Ekstrem!

Jakarta – Dalam pidato yang disampaikan di St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025, Presiden Prabowo Subianto menyoroti dampak negatif dari penerapan kapitalisme murni. Menurutnya, filosofi tersebut telah menciptakan kesenjangan sosial-ekonomi yang semakin lebar, tidak hanya di negara maju, melainkan juga di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia.

Apa Itu SPIEF 2025?

SPIEF adalah forum ekonomi tahunan yang menjadi ajang pertemuan pemimpin dunia, pelaku bisnis, serta akademisi untuk membahas isu-isu strategis global. Tahun ini, SPIEF digelar pada 18–21 Juni 2025 di St. Petersburg, Rusia, dengan tema “Transformasi Ekonomi Global di Era Ketidakpastian”. Kehadiran Presiden Prabowo menandai upaya Indonesia untuk memperkuat kerja sama ekonomi bilateral sekaligus menyuarakan pandangan tentang arah pembangunan nasional.

Pandangan Prabowo tentang Kapitalisme Murni

Dalam sesi pleno, Prabowo menyatakan bahwa penerapan strategi ekonomi yang menekankan kebebasan pasar total (kapitalisme murni) telah:

  • Menciptakan ketimpangan pendapatan – Hanya sebagian kecil masyarakat yang menikmati akumulasi kekayaan.
  • Memunculkan utopia sosialisme murni – Yang terbukti gagal karena kurangnya insentif individu untuk bekerja.
  • Membiarkan pasar mengabaikan aspek kemanusiaan – Seperti penanganan kemiskinan dan kelaparan.

“Kapitalisme murni menghasilkan ketimpangan, hanya menghasilkan sebagian kecil orang yang menikmati hasil kekayaan,” tegas Prabowo dalam pidatonya.

Sejarah Dominasi Kapitalisme di ASEAN

Prabowo mengingatkan bahwa selama 35 tahun terakhir, negara-negara ASEAN cenderung mengikuti filosofi pasar klasik yang digerakkan oleh kekuatan besar dunia, terutama Amerika Serikat dan blok Barat. Hasilnya:

  • Pertumbuhan ekonomi tinggi pada dekade 1990–2000, tetapi diiringi lonjakan ketimpangan Gini ratio hingga di atas 0,45 di beberapa negara.
  • Ketergantungan pada investasi asing, sehingga ketika krisis global melanda, ekonomi lokal rentan ambruk.
  • Minimnya intervensi sosial – Program jaring pengaman sosial kerap terabaikan akibat tekanan deregulasi.

Argumen Memilih Filosofi Ekonomi Sendiri

Presiden menegaskan bahwa setiap bangsa harus merumuskan filosofi ekonomi yang:

  • Selaras dengan budaya dan nilai lokal – Menjaga karakter masyarakat Indonesia yang gotong-royong.
  • Memadukan elemen terbaik kapitalisme dan sosialisme – Kapitalisme untuk kreativitas dan inovasi, sosialisme agar tidak ada yang tertinggal.
  • Dipahami dan diterima oleh seluruh lapisan – Menghindari ketegangan sosial akibat kebijakan ekonomi yang eksklusif.

“Saya memilih masa lalu yang penuh kompromi, masa lalu terbaik dari sosialisme, dan masa lalu terbaik dari kapitalisme,” ujar Prabowo, menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara kebebasan pasar dan peran negara.

Jalan Tengah Pemerintahan: Inovasi plus Perlindungan

Untuk menwujudkan filosofi ekonomi tersebut, pemerintahan sekarang menempuh strategi “pasar dengan sentuhan negara”. Beberapa kebijakan yang tengah dikembangkan antara lain:

  • Pemberian insentif riset dan startup – Mendukung inovator melalui skema Matching Fund serta tax holiday untuk perusahaan rintisan.
  • Pembangunan ekonomi desa terpadu – Memperkuat UMKM dan koperasi agar tidak hanya kota besar yang menikmati pertumbuhan.
  • Program jaminan sosial proaktif – Bantuan pangan, subsidi listrik, dan jaminan kesehatan untuk kelompok rentan.

Dengan pendekatan ini, pemerintah ingin mendorong kreativitas dan inisiatif masyarakat—namun tetap siap turun tangan ketika ketimpangan muncul.

Ancaman State Capture di Negara Berkembang

Selain kritik terhadap kapitalisme murni, Prabowo juga mengingatkan bahaya state capture, yaitu kolusi antara:

  • Pengusaha besar – Memiliki akses tidak wajar terhadap pembuatan kebijakan.
  • Elite politik – Menggunakan wewenang untuk membela kepentingan tertentu.
  • Birokrasi – Menjadi alat untuk memperkuat monopoli sektor tertentu.

Fenomena ini, menurutnya, dapat menggagalkan tujuan negara untuk mewujudkan pemerataan kesejahteraan.

Dampak pada Kebijakan Ekonomi Indonesia

Pandangan Prabowo berpotensi memengaruhi arah kebijakan fiskal dan moneter, seperti:

  • Pengetatan regulasi monopolistik – Demi mencegah dominasi segelintir perusahaan di sektor strategis.
  • Revisi UU Investasi – Menambah kewajiban transfer teknologi dan komitmen penciptaan lapangan kerja.
  • Penguatan BUMN – Agar mampu bersaing secara sehat tanpa diskriminasi anggaran atau akses ke pasar.

Apabila diimplementasikan, salah satu hasil yang diharapkan adalah penurunan angka ketimpangan (Gini ratio) di bawah 0,40 dalam lima tahun ke depan, sekaligus mempercepat pencapaian target Pengentasan Kemiskinan ekstrem di bawah 3%.

Implikasi bagi Masyarakat dan Dunia Usaha

Bagi masyarakat, pendekatan “kapitalisme beradab” memberi harapan bahwa inovasi dan peluang ekonomi dapat dinikmati secara lebih merata. Sementara dunia usaha diharapkan bisa beradaptasi dengan:

  • Peningkatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) – Menjadi bagian integral dari strategi bisnis.
  • Kolaborasi dengan pemerintah daerah – Untuk pengembangan infrastruktur dan SDM lokal.
  • Penguatan tata kelola internal – Mencegah praktik korupsi dan kolusi yang merugikan reputasi.

Secara keseluruhan, pidato Prabowo di SPIEF 2025 menghadirkan wacana ekonomi baru yang menegaskan: kemakmuran tidak boleh hanya menjadi milik segelintir, tetapi harus dirasakan oleh seluruh lapisan bangsa.