Provinsi Aceh memasuki pekan keempat kelangkaan tabung elpiji 3 kilogram (kg), di tengah upaya pemerintah pusat untuk menstandarkan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 20.000 per tabung. Namun kenyataannya, masyarakat di berbagai kabupaten/kota masih kesulitan mendapatkan “gas melon” bersubsidi, sementara harga jual di tingkat pengecer ilegal meroket hingga mendekati harga nonsubsidi.
Data terkini ketersediaan dan harga elpiji 3 kg di Aceh
Berdasarkan pemantauan Warta Express pada Minggu malam, 6 Juli 2025, antrean panjang terlihat di beberapa pangkalan resmi di Kecamatan Pidie, Kabupaten Pidie. Sementara itu, di Kabupaten Aceh Singkil—tepatnya Desa Pulo Sarok—harga elpiji 3 kg di pengecer tak resmi mencapai Rp 36.000 per tabung, melonjak Rp 16.000 dari HET. Bahkan, ada laporan warga harga tabung 3 kg dijual sampai Rp 38.000–Rp 40.000 di gerai yang mengambil stok dari pangkalan resmi.
Penyebab utama kelangkaan
- Rantai pasokan rumit: Distribusi elpiji di Aceh masih bergantung pada depot di Banda Aceh dan Medan, sementara kawasan pegunungan dan pulau terluar sering terlewat dalam penyaluran prioritas.
- Penyalur tak resmi: Oknum pengecer ilegal menebus tabung elpiji di pangkalan resmi kemudian menjualnya dengan margin tinggi di wilayah yang mengalami kekosongan stok.
- Kuota terpusat: Kuota subsidi LPG 3 kg dialokasikan melalui mekanisme per daerah, namun sering tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat, sehingga terjadi defisit pasokan.
- Spekulan regional: Permintaan yang melonjak di tengah keterbatasan transportasi darat dan laut memicu praktik penimbunan oleh pihak ketiga.
Dampak bagi kehidupan sehari-hari masyarakat
Kelangkaan dan kenaikan harga elpiji 3 kg berdampak langsung pada pengeluaran rumah tangga. Untuk keluarga miskin dan menengah bawah, kenaikan harga dari Rp 20.000 menjadi Rp 36.000 atau lebih berarti alokasi anggaran kebutuhan rumah tangga lainnya harus terpangkas. Anak-anak pun kerap membantu antrean sejak subuh, mengorbankan waktu belajar demi mendapatkan tabung gas.
Potret lapangan: Aceh Singkil dan Pidie
Di Aceh Singkil, Abdul (40), warga Pulo Sarok, mengaku terpaksa membeli di pengecer tidak resmi karena pangkalan resmi sering kehabisan. “Kadang harus menunggu seminggu, kalau di pengecer bisa dapat, tapi harganya mahal. Mau tidak mau beli juga,” ujarnya. Begitu pula di Pidie, antrian di pangkalan resmi memanjang hingga puluhan meter, meski petugas hanya melayani 50 tabung per hari.
Langkah pemerintah dan rekomendasi Warta Express
- Perbaiki alokasi kuota: Kementerian ESDM bersama Pertamina diharapkan menyesuaikan kuota berdasarkan data konsumsi riil tiap kabupaten/kota, bukan hanya berdasarkan data historis.
- Digitalisasi penyaluran: Implementasi sistem online untuk pangkalan resmi agar memudahkan masyarakat memantau ketersediaan stok secara real-time.
- Penertiban pengecer ilegal: Pemerintah daerah bersama Satgas Pangan bisa melakukan razia dan memberikan sanksi tegas bagi pengecer yang melanggar HET.
- Peningkatan transportasi logistik: Subsidi angkutan laut/darat khusus untuk distribusi elpiji ke daerah terpencil dapat menurunkan biaya logistik dan mencegah spekulasi harga.
- Program cadangan darurat: Pembentukan “buffer stock” di setiap kabupaten/kota untuk mengantisipasi lonjakan permintaan saat musim hujan atau gangguan distribusi.
Kebijakan harga seragam dan tantangan implementasi
Pemerintah tengah menyusun revisi Peraturan Presiden untuk menstandarkan HET LPG 3 kg di seluruh wilayah Indonesia. Tujuannya adalah memastikan subsidi tepat sasaran dan menghilangkan disparitas harga antar daerah. Namun di lapangan, tantangan logistik—berupa keterbatasan armada, infrastruktur pelabuhan kecil, serta cuaca ekstrem—masih menjadi kendala utama.
Prospek pemulihan pasokan
Jika rekomendasi di atas segera diimplementasikan, diharapkan dalam satu hingga dua pekan ke depan ketersediaan elpiji 3 kg dapat membaik. Pertamina diharapkan menambah depot pengisian di ujung barat dan timur Aceh, serta bekerja sama dengan perusahaan pelayaran lokal untuk membuka rute distribusi prioritas. Dengan sinergi pemerintah pusat, daerah, dan Pertamina, masyarakat Aceh bisa kembali menikmati harga subsidi dan terhindar dari lonjakan biaya hidup yang tidak terkendali.