Mantan Ketua Komnas HAM Bongkar Alasan Mengejutkan di Balik Revisi UU HAM!

Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) kembali mencuri perhatian publik setelah pernyataan mantan Ketua Komnas HAM periode 2007–2012, Ifdhal Kasim. Menurut Ifdhal, langkah legislasi ini sejatinya bertujuan memperkuat posisi Komnas HAM serta memperjelas tanggung jawab negara dalam penegakan HAM, bukan melemahkan.

Latar Belakang Revisi UU HAM

Beberapa pihak menilai revisi UU HAM dapat berpotensi mengurangi independensi Komnas HAM. Namun, Ifdhal menegaskan bahwa dinamika masyarakat dan kompleksitas tantangan global menuntut pembaruan regulasi. Ia menyebut undang-undang asli yang diundangkan tahun 1999 sudah tak lagi mampu menjawab kebutuhan penegakan HAM dewasa ini.

  • Perkembangan teknologi dan hukum internasional yang memunculkan isu baru seperti hak digital.
  • Kebutuhan sinergi kelembagaan antara Komnas HAM dengan Kementerian HAM untuk tindak lanjut rekomendasi.
  • Tekanan global agar Indonesia meningkatkan standar pelindungan HAM, termasuk hak-hak minoritas.

Penguatan Kewenangan Komnas HAM

Dalam rancangan revisi, ada tiga pilar kebijakan yang menjadi fokus utama:

  • Peningkatan kewenangan penyelidikan dan investigasi
    Komnas HAM akan diberi wewenang lebih luas untuk melakukan penyelidikan awal hingga penyusunan laporan resmi tanpa harus bergantung pada izin instansi lain.
  • Penajaman fungsi pengawasan dan rekomendasi
    Semua rekomendasi Komnas HAM wajib ditindaklanjuti oleh pemerintah dalam jangka waktu tertentu, dengan mekanisme pelaporan hasil tindak lanjut ke publik.
  • Penegasan independensi
    Revisi menegaskan status Komnas HAM sebagai lembaga negara setara (state auxiliary body), bebas dari intervensi politik dan administratif manapun.

Peran Sistem Seleksi Anggota Komnas HAM

Untuk memperkuat legitimasi dan menjaga independensi, mekanisme pemilihan anggota Komnas HAM juga diubah:

  • Panitia seleksi (pansel) dibentuk oleh rapat paripurna Komnas HAM, terdiri dari perwakilan masyarakat sipil, akademisi, dan praktisi hukum.
  • Hasil pansel diajukan kepada Presiden, yang menerbitkan Keputusan Presiden tentang calon anggota definitif.
  • DPR kemudian menetapkan anggota definitif melalui mekanisme persetujuan (hak angket minimal 50 anggota hadir dan mayoritas suara).

Ifdhal menyebut prosedur ini memperkecil peluang intervensi eksternal dan memastikan calon anggota benar-benar memiliki kompetensi serta independensi.

Sinergi Komnas HAM dan Kementerian HAM

Meskipun keberadaan Kementerian HAM sempat dipandang tumpang tindih, Ifdhal menekankan peran Kementerian justru merupakan jembatan agar rekomendasi Komnas HAM dapat diimplementasikan secara nyata. Beberapa tugas Kementerian HAM antara lain:

  • Koordinasi dengan instansi terkait untuk pelaksanaan rekomendasi Komnas HAM.
  • Penyusunan kebijakan nasional di bidang HAM berdasarkan kajian Komnas HAM.
  • Monitoring dan evaluasi program penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam penegakan HAM.

Peran Komnas HAM dalam Sistem Ketatanegaraan

Dalam kerangka konstitusi, Komnas HAM berfungsi sebagai “state auxiliary body”:

  • Pengkritik kebijakan pemerintah yang berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM.
  • Pengawas pelaksanaan UU HAM melalui investigasi dan laporan tahunan yang diserahkan ke Presiden dan DPR.
  • Pemberi rekomendasi untuk perbaikan regulasi, serta advokasi korban pelanggaran HAM.

Dengan revisi, Komnas HAM diharapkan memiliki pijakan hukum yang lebih kuat untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut.

Respons Berbagai Pihak

Beberapa kelompok masyarakat sipil menyambut positif revisi ini, mengingat perlunya penguatan lembaga pengawas HAM. Namun, ada pula kekhawatiran bahwa adanya Kementerian HAM bisa menciptakan birokrasi ganda. Isu-isu yang muncul antara lain:

  • Apakah kewenangan investigasi Komnas HAM tumpang tindih dengan fungsi kepolisian?
  • Bagaimana mekanisme koordinasi antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung jika ditemukan bukti pelanggaran HAM berat?
  • Perlunya transparansi dalam pembentukan pansel agar tak menimbulkan konflik kepentingan.

Langkah Adaptif dalam Era Globalisasi

Ifdhal berargumen bahwa revisi UU HAM adalah respon adaptif terhadap tantangan globalisasi dan perkembangan norma internasional:

  • Pentingnya regulasi yang mengatur hak digital dan privasi data sesuai perkembangan teknologi.
  • Standar internasional pelindungan HAM yang mendorong keterbukaan pemerintahan dan akses informasi publik.
  • Keseriusan Indonesia dalam memenuhi kewajiban internasional, termasuk ratifikasi protokol tambahan HAM PBB.

Dengan pembaruan ini, Indonesia diharapkan dapat meningkatkan reputasi di mata dunia, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi warga negara.

Penajaman Tanggung Jawab Negara

Revisi UU HAM juga mencakup penajaman klausul tentang tanggung jawab negara, yang menegaskan:

  • Negara wajib menjamin pemenuhan, perlindungan, dan penegakan HAM tanpa diskriminasi.
  • Pemerintah harus menyediakan mekanisme pengaduan yang mudah diakses oleh masyarakat.
  • Adanya sanksi administratif atau pidana bagi pejabat negara yang mengabaikan rekomendasi Komnas HAM.

Ini akan menjadi instrumen hukum penting agar negara tidak hanya memproduksi kebijakan, tetapi juga bertanggung jawab atas implementasi dan dampaknya.