FGD PMI Soroti Risiko “Dominus Litis” dalam RKUHAP
Pada Jumat malam (23/5/2025), Dewan Pimpinan Pusat Partai Mahasiswa Indonesia (PMI) menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Menimbang Kembali Asas Dominus Litis: Keseimbangan Kewenangan dalam Rancangan KUHAP”. Diskusi ini menitikberatkan pada wacana penguatan peran Kejaksaan sebagai dominus litis—penentu tunggal kelanjutan atau penghentian perkara—yang dikhawatirkan mengancam prinsip keadilan dan merusak sistem checks and balances dalam peradilan pidana.
Posisi Kejaksaan dalam Struktur Ketatanegaraan
Pakar hukum tata negara, Abd. Rahmatullah Rorano S., menjadi salah satu narasumber kunci. Menurut Rorano, UUD 1945 tidak menegaskan secara eksplisit kedudukan Kejaksaan di dalam sistem peradilan pidana. Berbeda dengan Polri yang kewenangannya disebutkan secara gamblang, Kejaksaan justru belum memiliki payung konstitusional sejelas itu. Jika RKUHAP memberi kuasa dominus litis tanpa kontrol ketat, potensi penyalahgunaan wewenang diprediksi terjadi, termasuk dalam:
- Penentuan kapan suatu kasus harus dihentikan atau diteruskan.
- Pengaturan penetapan tersangka dan strategi penuntutan yang memengaruhi outcome persidangan.
- Negosiasi “di balik layar” antara jaksa dan pihak lain tanpa pengawasan objektif.
Membangun Integrated Criminal Justice System
Rorano menawarkan konsep Integrated Criminal Justice System sebagai solusi. Sistem ini menekankan pengawasan dan keseimbangan antarlembaga penegak hukum, agar tidak ada satu institusi yang memonopoli keputusan:
- Pengawasan Bersilang: Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saling memantau proses penanganan kasus.
- Standar Operasional Prosedur (SOP) Terpadu: Prosedur penyidikan dan penuntutan diatur dalam satu buku panduan bersama, mengurangi perbedaan praktik antarlembaga.
- Komite Etik Independen: Beranggotakan akademisi, praktisi hukum, dan perwakilan masyarakat sipil untuk mengawasi penanganan perkara strategis.
Dengan mekanisme tersebut, penyalahgunaan wewenang dapat diminimalkan dan keadilan pun lebih terjamin.
Peringatan Praktisi: Potensi Penyimpangan Penuntutan
Praktisi hukum Lalu Hartawan Mandala Putra menambahkan, apabila satu lembaga mendominasi proses penuntutan, maka keputusan untuk menghentikan atau melanjutkan kasus bisa menjadi alat tawar-menawar berbahaya. Tanpa pengawasan objektif, kata Lalu:
- Hak korban atau pelapor bisa terpinggirkan karena “sesuatu” yang tidak transparan di balik meja jaksa.
- Ada risiko konflik kepentingan jika jaksa memiliki hubungan dekat dengan pihak terkait perkara.
- Kepercayaan publik terhadap peradilan pidana akan terganggu, menurunkan legitimasi lembaga.
Menurut Lalu, kunci mencegah penyimpangan ini adalah menghadirkan skema penilaian independen di setiap tahap penanganan kasus.
Peran Mahasiswa dan Publik dalam Legislasi RKUHAP
PMI menegaskan pentingnya keterlibatan publik—terutama kalangan mahasiswa—untuk mengawal proses pembahasan RKUHAP. Sekretaris Jenderal PMI, M. Al Hafiz, menyampaikan:
- RKUHAP adalah reformasi hukum riil yang tengah berjalan, bukan sekadar wacana akademis.
- Publik harus mendapat ruang berdialog dan menyampaikan masukan langsung kepada DPR dan pemerintah.
- Mahasiswa sebagai agen perubahan wajib mendorong transparansi setiap rapat kerja antara DPR dan kementerian.
Tanpa partisipasi aktif, khawatir RKUHAP akan terbentuk di belakang meja tanpa representasi kepentingan masyarakat.
Esensi Pengawasan Objektif dan Keterbukaan Data
Berangkat dari diskusi ini, Warta Express menyoroti perlunya aspek keterbukaan data penegakan hukum:
- Publikasi data jumlah kasus yang dihentikan vs. dilanjutkan per tahun.
- Publikasi alasan penghentian suatu perkara, disertai hasil audit internal institusi.
- Penerapan teknologi informasi untuk memantau progress kasus secara real time oleh masyarakat.
Keterbukaan semacam ini akan memberi gambaran jelas kepada masyarakat tentang konsistensi penegak hukum dan meminimalkan ruang bagi ego sektoral.
Arah Kebijakan dan Rekomendasi Warta Express
Merujuk diskusi FGD PMI, berikut beberapa rekomendasi praktis:
- Mendesain “Platform Pengaduan Terintegrasi” yang mampu menampung aduan dan perkembangan kasus dari berbagai lembaga penegak hukum.
- Menerbitkan white paper RKUHAP yang mudah diakses publik, mencakup pasal-pasal kritis terkait dominus litis.
- Menetapkan jadwal evaluasi triwulan untuk menilai implementasi SOP terpadu dan mekanisme pengawasan lintas institusi.
- Melibatkan Ombudsman Republik Indonesia sebagai pengawas eksternal setiap kali ditemukan indikasi maladministrasi.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan RKUHAP hasil akhir mampu menjaga keseimbangan kewenangan antarlembaga serta menguatkan kepercayaan publik pada sistem peradilan pidana.
Langkah Berikutnya: Dialog Terbuka dan Pansus DPR
Warta Express mencatat DPR RI sudah berencana membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk RKUHAP. Kehadiran masukan dari FGD PMI menjadi penopang rekomendasi pansus tersebut. Presiden DPR dan Ketua Baleg diharapkan menfasilitasi dialog terbuka antara kalangan mahasiswa, pakar hukum, dan perwakilan instansi penegak hukum demi RKUHAP yang berpihak pada keadilan rakyat.
Ketika UU baru ini akhirnya diundangkan, mari pastikan ‘dominasi litis’ tidak berubah menjadi ‘dominasi ego sektoral’ yang merugikan hak rakyat untuk mendapatkan keadilan.