Langkah Pemerintah Tingkatkan Kuota Impor BBM untuk SPBU Swasta
Pemerintah resmi menetapkan kuota impor bahan bakar minyak (BBM) untuk SPBU swasta pada tahun 2025 sebesar 110 persen dari kuota tahun 2024. Kebijakan ini diumumkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebagai salah satu upaya memperkuat ketahanan stok nasional dan menjaga persaingan sehat antara Pertamina dan SPBU swasta.
Dengan tambahan kuota impor, SPBU swasta kini dapat mengimpor base fuel dalam jumlah lebih besar, lalu memformulasinya sendiri sesuai dengan standar aditif masing-masing. Hal ini diharapkan memberi keleluasaan bagi operator SPBU swasta untuk meracik BBM sesuai karakteristik pasar lokal, sekaligus mencegah kelangkaan yang mengganggu aktivitas masyarakat sehari-hari.
Pengawasan dan Dukungan Komisi VI DPR RI
Anggota Komisi VI DPR RI, Ahmad Labib, menilai penambahan kuota impor BBM bukan sekadar kebijakan teknis, melainkan langkah strategis untuk menjaga keberlangsungan usaha SPBU swasta. Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta pada Jumat, 19 September 2025, ia menegaskan pentingnya kolaborasi antara Pertamina dan SPBU swasta:
- Menjamin Keberlanjutan Usaha: SPBU swasta mendapat ruang lebih besar untuk beroperasi tanpa takut kehabisan stok BBM non-diesel.
- Perlindungan Tenaga Kerja: Ketersediaan BBM yang lancar membantu menghindarkan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena kekosongan stok.
- Pengendalian Distribusi: Pemerintah dapat mengendalikan distribusi secara lebih efisien, menyebar stok merata ke seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil.
Menurut Labib, sinergi antara BUMN dan swasta akan memperkuat sistem rantai pasok BBM nasional, sehingga titik-titik rawan kelangkaan dapat diminimalkan.
Manfaat Kolaborasi bagi Konsumen dan SPBU Swasta
Kolaborasi impor ini membawa sejumlah manfaat nyata bagi konsumen dan pelaku usaha SPBU swasta:
- Ketersediaan BBM Lebih Terjamin: Masyarakat tidak lagi menghadapi antrean panjang atau transaksi tertunda akibat kehabisan stok bensin.
- Pilihan Produk Lebih Variatif: Operator SPBU swasta bisa menawarkan varian oktan berbeda dengan racikan aditifnya sendiri.
- Harga Stabil: Meski harga acuan BBM mengikuti fluktuasi pasar, peningkatan efisiensi distribusi dapat menekan biaya logistik dan menjaga harga di tingkat SPBU.
- Peningkatan Pelayanan: Dengan stok BBM yang memadai, SPBU swasta lebih optimal memberikan layanan 24 jam tanpa jeda, mendukung mobilitas masyarakat di berbagai jam operasional.
Tantangan Teknis: Spesifikasi Aditif dan Standarisasi
Di samping manfaat, terdapat tantangan teknis yang harus segera diatasi agar kolaborasi impor berjalan mulus. Salah satunya adalah perbedaan spesifikasi zat aditif BBM antara produk Pertamina dan SPBU swasta. Hal ini menuntut koordinasi lebih intensif:
- Identifikasi Kebutuhan Aditif: Pemerintah mengumpulkan data dari SPBU swasta mengenai jenis dan komposisi aditif yang selama ini digunakan.
- Standarisasi Mutu: Penetapan batas maksimal dan minimal zat aditif untuk menjaga kualitas pembakaran dan emisi gas buang.
- Pengawasan Laboratorium: Sampel BBM impor diuji di laboratorium resmi untuk memastikan sesuai standar nasional dan ramah lingkungan.
Menurut Ahmad Labib, langkah ini penting agar BBM impor yang diterima SPBU swasta dapat langsung disalurkan tanpa penyesuaian panjang, serta melindungi mesin kendaraan konsumen dari potensi kerusakan.
Upaya Minimalisasi Risiko Kelangkaan
Belakangan ini sejumlah SPBU swasta, termasuk merek global seperti Shell, menghadapi kekosongan stok non-diesel selama tiga pekan. Kondisi ini memicu kecemasan publik dan potensi PHK karyawan SPBU. Untuk mengantisipasi situasi serupa, pemerintah melakukan:
- Pemetaan Titik Rawan: Analisis data distribusi BBM untuk mengidentifikasi wilayah yang sering mengalami keterlambatan pasokan.
- Peningkatan Cadangan Operasional: Menambahkan buffer stock di depo-depo strategis, terutama di wilayah Jawa Tengah, Kalimantan, dan Sulawesi.
- Pemantauan Real-Time: Sistem informasi BBM terintegrasi antara Pertamina, SPBU swasta, dan Kementerian ESDM untuk memantau stok dan aliran distribusi secara langsung.
- Respon Cepat: Tim darurat distribusi siap mengirim BBM ke SPBU yang mengalami stok kritis dalam waktu maksimal 24 jam.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah menegaskan komitmennya menjaga keberlanjutan bisnis SPBU swasta sekaligus menghindarkan masyarakat dari gangguan pasokan BBM.
Optimalisasi Kerja Sama Internasional
Selain kolaborasi domestik, kebijakan impor BBM juga membuka ruang bagi optimalisasi kerja sama internasional. Pemerintah akan:
- Perluas Mitra Dagang: Menjalin kontrak jangka panjang dengan produsen minyak di Timur Tengah dan Amerika Serikat untuk memperoleh harga kompetitif.
- Kesepakatan Perdagangan BBM: Mengintegrasikan pasokan minyak ke dalam kerangka Indonesia-ASEAN dan perjanjian bilateral agar stabilitas pasokan terjamin.
- Diversifikasi Sumber Impor: Tidak bergantung pada satu negara pemasok tunggal, mengurangi risiko gangguan geopolitik.
- Transfer Teknologi dan Pelatihan: Mengundang ahli distribusi BBM internasional untuk berbagi praktik terbaik dalam manajemen logistik dan kualitas bahan bakar.
Menurut Ahmad Labib, sinergi dengan mitra internasional akan memperkokoh ketahanan energi nasional dan mendukung upaya transisi energi ke sumber terbarukan di masa depan.