Terungkap! 800 Ribu Ha Sawit Sitaan ‘Dijual’ ke BUMN Tanpa Lelang, Uang Negara Rp33T Disikat?

Pada Kamis malam (31/7), Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) resmi menyerahkan pengelolaan 833.413 hektare lahan sawit yang sebelumnya disita negara kepada PT Agrinas Palma Nusantara. Keputusan ini diambil tanpa proses lelang dan dinilai “abu-abu” secara status hukum, sehingga memicu sorotan tajam dari berbagai kalangan pemerhati tata kelola hutan dan keuangan negara.

Landasan Regulasi dan Mekanisme Serah Terima

Serah terima aset dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2025 tentang Pembentukan Satgas PKH. Tugas satgas ini adalah menertibkan kawasan hutan yang digunakan untuk perkebunan sawit ilegal. Namun usai melewati proses penertiban, aset tidak dikembalikan ke Perum Perhutani atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melainkan langsung “dititipkan” ke Agrinas Palma tanpa tender.

  • UU No. 1 Tahun 2004 Pasal 34 mensyaratkan pengalihan aset negara melalui mekanisme lelang.
  • PP No. 27 Tahun 2021 mengatur pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) wajib disertai sertifikasi dan legalitas lengkap.
  • PP No. 24 Tahun 2021 menyebut pelepasan kawasan hutan harus bersifat definitif, bukan abu-abu.
  • Putusan MK No. 45/PUU-IX/2011 menegaskan penetapan kawasan hutan tidak boleh berspekulasi.

Data Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga menunjukkan belum ada sertifikat atas nama negara, sehingga status hukum lahan ini masih diragukan.

Kritik dari Indonesian Audit Watch

Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), menyatakan kecewa bahwa lahan seluas 833.413 ha tak dilelang. Menurut perhitungannya:

  • Produktivitas rata-rata 20 ton Tandan Buah Segar (TBS)/ha/tahun.
  • Harga TBS Rp 2.000/kg, sehingga potensi bruto mencapai Rp 33,33 triliun/tahun.
  • Dalam 5 bulan (Maret–Juli 2025) produksi ideal: ±5,98 juta ton → pendapatan kotor ±Rp 11,96 triliun.
  • Dividen negara 5 % → ±Rp 597 miliar; dengan skenario pesimistis 50 % produksi, potensi minimal ±Rp 6 triliun.

“Apakah dana sebesar itu benar-benar masuk ke kas negara?,” tanya Iskandar dalam konferensi pers di Bogor. Ia juga menilai Agrinas belum memiliki pengalaman mengelola hutan, tidak punya HGU, serta belum diuji publik.

Respon dan Mandat PT Agrinas Palma Nusantara

Ospin Sembiring, Direktur Operasi Agrinas, menegaskan mandat perusahaan bukan tanpa landasan. Ia menyebut:

  • Penyerahan lahan merupakan amanat negara melalui Perpres No. 5/2025.
  • Agrinas bertugas menjaga produktivitas dan nilai ekonomi lahan sawit sitaan, agar tidak terbengkalai.
  • Skema kerja sama operasional dengan masyarakat setempat untuk mendukung ekonomi lokal.
  • Hanya lahan hutan produksi yang diproses HGU; hutan lindung hanya ditanami satu siklus lalu dikembalikan.

Menurut Ospin, kolaborasi dengan Kementerian ATR/BPN dan KLHK sedang dirancang agar legalitas HGU dapat terpenuhi sesuai regulasi.

Isu Tata Kelola dan Rekomendasi Audit

IAW mendorong tiga langkah utama:

  • Audit investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas aliran dana Agrinas dan simulasi kerugian negara.
  • Pembekuan sementara aktivitas Agrinas hingga kepastian status hukum lahan ditegakkan.
  • Peninjauan ulang keputusan Satgas PKH oleh Presiden Prabowo Subianto agar aset kembali ke Perhutani, dengan skema rehabilitasi 60 % dan kemitraan rakyat 40 %.

Langkah ini dinilai penting untuk mencegah potensi penyalahgunaan aset negara dan memastikan transparansi pengelolaan.

Potensi Ekonomi dan Tantangan Ke depan

Jika pengelolaan berlangsung sesuai target, lahan sitaan ini dapat menjadi penopang ketahanan energi nasional dan model perkebunan sawit berkelanjutan. Namun tantangan utama terletak pada:

  • Kecepatan penyelesaian legalitas HGU di KLHK dan ATR/BPN.
  • Pemberdayaan masyarakat setempat agar tidak terjadi konflik agraria.
  • Implementasi prinsip agroforestry dan konservasi lingkungan.
  • Pencatatan dividen negara dan audit rutin untuk menjamin pemasukan kas negara.

Dengan peran strategis Agrinas, pemerintah berharap tata kelola industri sawit yang selama ini dikritik dapat diperbaiki, sekaligus membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.