Warga Cirebon Terkejut—Tambang Pasir di Sini Masuk Zona Longsor Tinggi, Siap-Siap Bencana Kapan Saja!

Kronologi Longsor Tambang Pasir di Gunung Kuda

Insiden longsor terjadi di area tambang pasir Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, pada Kamis malam. Evakuasi cepat dilakukan tim SAR lokal setelah material tanah dan batuan menimpa beberapa titik lubang galian. Menurut laporan saksi, suara gemuruh terdengar sebelum bukit runtuh, memicu kepanikan pekerja tambang dan warga sekitar.

Gambar yang beredar di media sosial menampilkan tim penyelamat membawa korban terluka ke ambulans, sementara beberapa pekerja lainnya berlindung di lokasi yang lebih aman. Meskipun jumlah korban belum dirilis resmi, proses evakuasi dan pertolongan pertama sudah berjalan intensif di Puskesmas Dukupuntang.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi: Penjelasan Badan Geologi

Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, menyatakan bahwa lokasi tambang pasir tersebut masuk dalam “zona kerentanan gerakan tanah tinggi”. Ini berarti probabilitas terjadinya longsor di area itu mencapai lebih dari 50% dibandingkan wilayah lain. Zona kerentanan gerakan tanah tinggi didefinisikan sebagai daerah yang sering mengalami tanah bergerak, baik berupa longsor besar, amblasan, maupun perangkap bawah permukaan.

Wilayah yang terpetakan sebagai zona berisiko tinggi tidak hanya bergantung pada curah hujan, tetapi juga karakteristik geologi, seperti jenis batuan, struktur lapisan tanah, dan riwayat gempa. Dengan klasifikasi ini, pemerintah daerah dan perusahaan tambang harus menerapkan pengawasan ekstra ketat.

Faktor Penyebab Gerakan Tanah di Gunung Kuda

Beberapa faktor utama memicu kerentanan dan akhirnya longsor di Gunung Kuda:

  • Curah hujan tinggi: Hujan lebat dalam beberapa hari terakhir meningkatkan tekanan air dalam tanah, mereduksi kohesi partikel tanah.
  • Aktivitas seismik: Getaran akibat gempa bumi lokal atau jauh dapat mengganggu kestabilan lereng, memicu retakan baru.
  • Eksploitasi tambang: Penambangan pasir dengan metode lubang galian dangkal meninggalkan dinding terjal tanpa penyangga fisik.
  • Vegetasi tipis: Akar tumbuhan yang minim membuat penopang alami tanah kurang optimal.

Kemiringan Lereng dan Tingkat Risiko

Di area longsor, lereng terukur memiliki kemiringan antara 17° hingga lebih dari 36°. Menurut studi geoteknik:

  • Lereng 17°–36° dianggap terjal, sudah rentan terhadap amblasan bila drainase buruk.
  • Lereng di atas 36° dikategorikan curam, sangat berbahaya dan hampir selalu memerlukan perkuatan tanah atau kemiringan ulang (slope regrading).

Kombinasi sudut miring yang ekstrim dengan material pasir lepas membuat lereng tambang Gunung Kuda sangat rawan longsor ketika kondisi menjadi kritis.

Proses Investigasi dan Pemantauan Pasca-Longsor

Setelah insiden, Badan Geologi berencana melakukan langkah-langkah berikut:

  • Pemetaan ulang zona berbahaya: Menggunakan drone dan survei lapangan untuk menentukan batas aman dan titik paling rawan.
  • Pemasangan alat pemantau lereng: Inklinometer dan piezometer dipasang untuk mengukur pergeseran tanah dan tekanan air tanah secara real-time.
  • Pengecekan sertifikasi tambang: Memastikan perusahaan mematuhi syarat analisis stabilitas lereng sebelum operasi.
  • Penyuluhan keselamatan: Pelatihan evakuasi dan tindakan darurat bagi tenaga kerja dan warga sekitar.

Tindakan Mitigasi yang Direkomendasikan

Berdasarkan kajian geoteknik, berikut upaya penanganan jangka pendek dan panjang:

  • Pembuatan terasering lereng: Menurunkan kemiringan dan menyalurkan aliran air hujan ke saluran terkontrol.
  • Bangunan penahan (retaining wall): Dinding beton atau gabion di titik kritis untuk menahan massa tanah.
  • Pencegahan erosi permukaan: Penanaman rumput dan pepohonan berakar dalam untuk menstabilkan lapisan atas tanah.
  • Pengaturan drainase: Pembuangan air hujan menjauh dari lereng dengan saluran terbuka atau pipa.

Tantangan Pengelolaan Tambang Pasir di Daerah Kerawanan

Operasional tambang pasir kerap menyesuaikan permintaan industri konstruksi, namun area seperti Gunung Kuda menuntut pertimbangan ekstra:

  • Izin tambang: Perlu analisis dampak geologi lebih mendalam sebelum penerbitan izin baru.
  • Penegakan regulasi: Pengawasan rutin dari Dinas ESDM dan Badan Geologi untuk mencegah tambang ilegal dan prosedur asal-asalan.
  • Koordinasi lintas sektoral: Perlu sinergi antara BPBD, Pemerintah Kabupaten Cirebon, dan lembaga geologi untuk tanggap cepat.

Peringatan bagi Warga dan Pemerintah Daerah

Wilayah Gunung Kuda kini menjadi sorotan utama dalam mitigasi bencana pergerakan tanah di Cirebon. Pemerintah desa dan kecamatan diimbau:

  • Menetapkan zona larangan hunian dan aktivitas penambangan pada lereng curam;
  • Menyiapkan jalur evakuasi dan titik kumpul jika longsor susulan terjadi di musim hujan;
  • Melakukan simulasi tanggap darurat secara berkala bersama warga dan pengelola tambang;
  • Meningkatkan kesadaran risiko lewat sosialisasi peta kerentanan dan peringatan dini berbasis lokal.

Menatap Ke Depan: Kesiapsiagaan Bencana Gerakan Tanah

Insiden longsor di tambang pasir Gunung Kuda menjadi alarm bagi seluruh daerah rawan gerakan tanah di Jawa Barat. Upaya mitigasi, perbaikan regulasi, dan penerapan teknologi pemantauan mutakhir adalah kunci untuk meminimalkan korban jiwa dan kerugian materi di masa mendatang. Dengan kolaborasi multisektor dan kesadaran komunitas, Cirebon diharapkan mampu menjadi contoh pengelolaan tambang yang selamat dan berkelanjutan.